Senin, 12 Januari 2009

Prajurit, Olahragawan, Petani

Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya. Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga. Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya. – 2 Timotius 2:4-6

Menjelang akhir hidupnya, Paulus menulis surat yang sangat penting bagi Timotius yang adalah anak rohaninya. Pesan tersebut merupakan hal-hal mendasar dan juga praktis untuk diterapkan bagi mereka yang mau melayani dan menyenangkan Tuhan.

Ada tiga model yang disampaikan Paulus dalam suratnya tersebut, yaitu sebagai prajurit, sebagai olahragawan, dan sebagai petani. Urutannya pun tidak terbalik. Yang pertama sebagai prajurit, yang kedua sebagai olahragawan, dan yang ketiga sebagai petani.

1. Sebagai Prajurit
Seorang prajurit berusaha untuk berkenan kepada komandannya. Dengan demikian, pelajaran pertama yang bisa kita ambil dari prajurit adalah sikap hati yang mau berkenan kepada komandannya. Sebagai prajurit, Komandan kita adalah adalah Tuhan Yesus. Apapun yang kita kerjakan haruslah dengan kerinduan untuk menyenangkan Dia, untuk berkenan kepada Dia. Mungkin kita tidak dipanggil untuk melayaniNya full time. Mungkin kita seorang karyawan, direktur atau pengusaha, tapi biarlah hidup kita tetap berkenan kepadaNya.
Siapakah yang pernah turut dalam peperangan atas biayanya sendiri? – I Korintus 9:7a
Hal kedua yang bisa dipelajari dari seorang prajurit adalah ia pergi berperang tidak dengan biaya sendiri. Semua yang dibutuhkan untuk berperang, baik transportasi, senjata dan peluru yang digunakan, akomodasi dll disediakan oleh negara yang mengutusnya. Tentunya hal ini tidak berlaku kalau sang prajurit pergi ke medan tempur dengan inisiatif sendiri.
Wah, hal ini sangat melegakan saya! Kalau saya “pergi berperang”, kalau saya melakukan apa yang Dia ingin untuk saya kerjakan, maka “biaya yang dibutuhkan” bukan menjadi tanggung jawab saya, tetapi menjadi tanggung jawab Dia yang mengutus saya.
Seringkali di dalam pelayanan kita sibuk menggalang dana untuk suatu acara dan bahkan setelah itu dananya tetap tidak cukup. Mungkin yang harus jadi pertanyaan adalah, apakah acara tersebut merupakan “medan perang” yang Tuhan perintahkan kepada kita? Kalau suatu acara diadakan dengan tujuan baik, mulia, rohani, bahkan Alkitabiah, tetapi bukan yang Tuhan perintahkan kepada kita, maka kitalah yang harus menanggung biaya yang dibutuhkan. Mazmur 127:1 berkata, “Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.”
Apakah anda punya visi untuk membuka pelayanan baru? Apakah anda punya visi untuk membuat perusahaan yang akan memuliakan Tuhan? Apakah anda rindu sekoah lebih tinggi? Jika keinginan itu lahir dari Tuhan, maka biaya yang dibutuhkan pasti Dia sediakan dengan caraNya sendiri, pada waktu yang tepat.

2. Sebagai Olahragawan
Seorang olahragawan harus bertanding sesuai dengan aturan yang berlaku, jika tidak ia akan kena diskualifikasi. Di dalam pelayanan, hal ini juga berlaku. Apakah kita mengikuti aturan-aturan rohani yang ada? Apakah kita mengerti jalan-jalanNya? Bangsa Israel tidak masuk ke Tanah Perjanjian karena mereka tidak mengenal jalan-jalanNya (ways of God atau cara kerjaNya). Mereka punya janji Tuhan untuk masuk ke Tanah Perjanjian, tetapi mereka tidak mengerti cara kerjaNya sehingga mereka tidak masuk ke tanah tersebut.
Empat puluh tahun Aku jemu kepada angkatan itu, maka kata-Ku: "Mereka suatu bangsa yang sesat hati, dan mereka itu tidak mengenal jalan-Ku." – Mazmur 95:10
Apakah kita mengenal jalan-jalanNya? Apakah kita mengerti cara kerjaNya? Apakah kita mengerti isi hatiNya? Sangat penting kita mengenal cara kerjaNya. Untuk itu kita perlu bergaul akrab denganNya seperti Musa.
Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel – Mazmur 103:7
Hal kedua yang bisa dipelajari dari seorang olahragawan adalah mereka bertanding dengan sasaran untuk menang. Mereka tidak bertanding karena partisipasi, tetapi mereka bertanding untuk menjadi juara. Karena itu mereka berlatih dengan segenap hati selama bertahun-tahun untuk bisa merebut mahkota dalam suatu pertandingan yang mengkin cuma diadakan beberapa tahun sekali. Paulus mengatakan hal ini dalam I Korintus 9:24, “Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!”

Bagaimana dengan kita? Apakah kita pelayanan hanya sekedarnya? Hanya partisipasi? Kita tidak harus full time, tetapi apakah setiap tugas yang dipercayakan sudah kita kerjakan dengan sungguh-sungguh? Bukankah dari Tuhan kita akan menerima bagian yang ditentukan sebagai upah? “Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya.” (Kolose 3:24).

Hal ketiga yang bisa kita pelajari, seorang olahragawan menguasai dirinya dalam berbagai hal supaya ia bisa fit pada waktu pertandingan dan akhirnya menjadi juara. 20- 30 tahun lalu saya membaca petenis terkenal Martina Navratilova yang menu makanan hariannya diatur dengan program komputer. Luar biasa! Selesai latihan, ia tidak bisa semaunya makan ketoprak atau gado-gado atau pizza sesukanya. Ada takaran menu yang ketat agar dia bisa maksimal dalam pertandingannya. Demikian juga petenis pria Bjorn Borg, juara Wimbledon. Ketika sudah tenar, maka setiap lembar kain yang menempel di tubuhnya adalah iklan yang memberikan income sangat besar nilainya.

Saya punya teman seorang worship leader dan pencipta lagu yang sangat selektif memilih makanan dan minuman agar pita suaranya terpelihara dengan baik. Ketika selesai pelayanan kami dijamu makan dengan panitia, sementara yang lain memesan berbagai macam makanan dan minuman, ia selalu memilih minum air jeruk hangat. Menurutnya, hal itu dilakukan agar pita suaranya terpelihara dengan baik.

Bagaimana dengan anda? Jika ada hal-hal khusus yang Tuhan minta untuk anda lakukan sehubungan dengan panggilan anda, apakah akan anda kerjakan dengan segenap hati sekalipun anda akan dianggap “ekstrim” oleh teman-teman anda?

3. Sebagai Petani
Prinsip pertama yang bisa kita pelajari dari petani adalah prinsip menabur. Petani mengerti prinsip ini sehingga ia rela menunggu untuk waktu yang cukup lama agar benih yang ia tabur bisa bertumbuh dan menghasilkan tuaian. Ini prinsip iman. Apa yang kita kerjakan selama beberapa waktu mungkin tidak terlihat hasilnya. Tetapi jika kita tahu bahwa hal itu kita kerjakan dalam ketaatan kepada Dia, maka pada waktunya kita akan menuai.
Seorang petani mengerti bahwa untuk memperoleh tuaian, ia harus menabur dulu. Ia harus punya modal, kemudian ia harus menyirami terus benih yang telah ditaburnya dan menjaganya siang malam dari serangan hama atau hewan-hewan tertentu yang bisa mengancam panennya.
Seorang petani mengerti prinsip ketekunan. Seorang petani mengeri prinsip kerja keras. Apakah anda cukup tekun? Apakah anda seorang pekerja keras? Paulus berkata, seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasilnya.

Tiga prinsip ini: prajurit, olahragwan, dan petani harus menjadi dasar bagi apapun yang kita kerjakan untuk bisa menyenangkan Dia, Tuhan di atas segala tuan, Raja di atas segala raja. Amin!

Tidak ada komentar: