Senin, 16 November 2009

Pelangi Kasih - Padang Gurun

Jalan hidup tak selalu tanpa kabut yang pekat...

Namun kasih Tuhan nyata pada waktu yang tepat...

Mungkin langit tak terlihat oleh awan yang gelap...

Di atasnyalah membusur p’langi kasih yang kekal...

Habis hujan nampak pelangi bagai janji yang teguh...

Di balik duka menanti pelangi kasih Tuhanku...


Bait lagu di atas dinyanyikan oleh Louis Hutauruk lebih dari 20 tahun yang lalu. Dalam kenyataannya, memang seperti yang dikatakan dalam syair lagu tsb, ada badai, ada persoalan dan berbagai masalah yang dihadapi anak-anak Tuhan. Ketika kita sungguh-sungguh mengikut Tuhan, seringkali justru masalah semakin banyak. Kadang-kadang hal itu terjadi juga bukan karena kesalahan kita, tetapi akibat kesalahan orang lain. Bisa juga terjadi karena keadaan tertentu yang di luar kendali kita. Bila kita mau mempelajari Alkitab, ternyata semua hal tersebut juga ada tercatat di dalam firmanNya.


Padang Gurun

Setiap anak Tuhan, cepat atau lambat akan masuk ke dalam pengalaman padang gurun. Hal pertama yang ditemui oleh bangsa Israel setelah keluar dari Mesir, setelah mengalami mujizat Laut Teberau yang terbelah, adalah Padang Gurun Syur.

Musa menyuruh orang Israel berangkat dari Laut Teberau, lalu mereka pergi ke padang gurun Syur; tiga hari lamanya mereka berjalan di padang gurun itu dengan tidak mendapat air – Keluaran 15:22

Syur artinya wall atau dinding. Setelah mengalami mujizat yang sangat dahsyat yang membuat orang Israel dan Miryam menari serta menyanyikan pujian kepada Tuhan (Keluaran 15:1-21), mereka harus masuk padang gurun ”dinding” yang membuat mereka tidak bisa melihat apa-apa kecuali padang gurun. Pernahkah Anda mengalami hal ini?

Setelah pengalaman yang dahsyat, berjumpa dengan Tuhan yang membuat kita tersungkur dan menyembah Dia, justru terjadi hal yang nampaknya sangat bertolak belakang dengan apa yang dijanjikan.


Saulus mengalami hal ini. Ia berjumpa dengan Tuhan dalam perjalanannya ke Damsyik. Pengalaman ini membuat ia berubah total dan menjadi pengikut Yesus tanpa ada seorangpun yang menginjili dia. Tetapi apa yang terjadi selanjutnya? Ia buta selama tiga hari. Ia tidak bisa melihat sampai Ananias datang dan mendoakannya sehingga bisa melihat kembali, penuh dengan Roh Kudus dan kemudian dibaptis (Kisah 9:3-18).


Tuhan Yesus juga mengalami hal yang sama. Setelah dibaptis dan penuh dengan Roh Kudus, Ia justru dibawa oleh Roh ke padang gurun dan kemudian berpuasa 40 hari 40 malam dan dicobai oleh iblis.


Daud juga mengalami hal yang sama. Setelah diurapi oleh Samuel ketika masih remaja, nampaknya semua baik-baik saja sampai tiba masanya ia dikejar-kejar Saul karena iri dan mau dibunuh. Dan pengalaman ini tidak terjadi selama tiga hari atau tiga minggu atau tiga tahun. Saul berkuasa selama 40 tahun sebelum akhirnya Daud menggantikannya sebagai raja pada waktu berumur 30 tahun. Jadi ada waktu yang cukup lama – belasan tahun - bagi Daud untuk tinggal di ”padang gurun”.


Bagaimana dengan Yusuf? Bagaimana dengan Yakub? Abraham? Semua hamba-hambaNya melalui masa padang gurun untuk pembentukan karakter yang kuat dan dapat diandalkan.


Bagaimana dengan Anda? Apakah saat ini adalah masa padang gurun buat Anda? Semoga kita semua tidak lari dari pembentukan Tuhan karena setelah padang gurun, hasil yang didapat adalah power dari Tuhan yang berarti kekuatan karakter ilahi dan pengurapan untuk melakukan pekerjaanNya.


Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus, kembali dari sungai Yordan, lalu dibawa oleh Roh Kudus ke padang gurun. Dalam kuasa Roh kembalilah Yesus ke Galilea. Dan tersiarlah kabar tentang Dia di seluruh daerah itu. (Lukas 4:1,14)

 

Selasa, 12 Mei 2009

Perjumpaan Ketujuh - Mempersembahkan Ishak

Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham. Ia berfirman kepadanya: "Abraham," lalu sahutnya: "Ya, Tuhan." Firman-Nya: "Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu." – Kejadian 22:1,1

Sejauh ini Abraham sudah mempersembahkan “segalanya” kepada Tuhan. Perjumpaan pertamanya dengan Tuhan menyebabkan ia harus meninggalkan Ur-Kasdim, kampung halamannya, tempat ia dibesarkan. Ia harus keluar dari lingkungannya yang adalah tempat penyembahan berhala.

”Allah yang Mahamulia telah menampakkan diri-Nya kepada bapa leluhur kita Abraham, ketika ia masih di Mesopotamia, sebelum ia menetap di Haran, dan berfirman kepadanya: Keluarlah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan pergilah ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu. Maka keluarlah ia dari negeri orang Kasdim, lalu menetap di Haran” – Kisah 7:2-4

Perjumpaan keduanya dengan Tuhan mengharuskan ia meninggalkan Haran, tempat ayahnya dikubur. Abraham harus melepaskan diri dari ikatan masa lalu dengan ayahnya yang sudah meninggal dan dikuburkan di Haran. Tidak hanya itu, Tuhan berkata: "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;” (Kejadian 12:1). Abraham harus meninggalkan rumah ayahnya yang tentunya merupakan warisan yang ditinggalkan ayahnya kepadanya. Tuhan berbicara dan berjanji cukup detil di sini.

Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya, dan Lot pun ikut bersama-sama dengan dia; Abram berumur tujuh puluh lima tahun, ketika ia berangkat dari Haran. – Kejadian 12:1 - 4

Perjumpaan Abraham yang ketiga dengan Tuhan terjadi setelah Lot dipisahkan dari Abraham. Di sini Tuhan juga berbicara cukup detil. Sebelumnya, Tuhan tidak berbicara cukup detil karena Abraham masih bersama dengan Lot. Tetapi setelah Abraham melepaskan Lot, maka Tuhan menampakkan diri dan berbicara dengan sangat detil.

Setelah Lot berpisah dari pada Abram, berfirmanlah TUHAN kepada Abram: "Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya. Dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya, sehingga, jika seandainya ada yang dapat menghitung debu tanah, keturunanmu pun akan dapat dihitung juga. Bersiaplah, jalanilah negeri itu menurut panjang dan lebarnya, sebab kepadamulah akan Kuberikan negeri itu." Sesudah itu Abram memindahkan kemahnya dan menetap di dekat pohon-pohon tarbantin di Mamre, dekat Hebron, lalu didirikannyalah mezbah di situ bagi TUHAN. – Kejadian 13:14 – 18

Perjumpaan yang keempat membuat Abraham harus melepaskan Eliezer, orang yang dianggapnya akan menjadi ahli warisnya.

Abram menjawab: "Ya Tuhan ALLAH, apakah yang akan Engkau berikan kepadaku, karena aku akan meninggal dengan tidak mempunyai anak, dan yang akan mewarisi rumahku ialah Eliezer, orang Damsyik itu." Lagi kata Abram: "Engkau tidak memberikan kepadaku keturunan, sehingga seorang hambaku nanti menjadi ahli warisku." Tetapi datanglah firman TUHAN kepadanya, demikian: "Orang ini tidak akan menjadi ahli warismu, melainkan anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu." - Kejadian 15: 2 – 4

Perjumpaan kelima mengakibatkan sunat, yang melambangkan cela Mesir yang ditanggalkan (Yosua 5:9)

Lagi firman Allah kepada Abraham: "Dari pihakmu, engkau harus memegang perjanjian-Ku, engkau dan keturunanmu turun-temurun. Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat; haruslah dikerat kulit khatanmu dan itulah akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan kamu. Anak yang berumur delapan hari haruslah disunat, yakni setiap laki-laki di antara kamu, turun-temurun: baik yang lahir di rumahmu, maupun yang dibeli dengan uang dari salah seorang asing, tetapi tidak termasuk keturunanmu. Orang yang lahir di rumahmu dan orang yang engkau beli dengan uang harus disunat; maka dalam dagingmulah perjanjian-Ku itu menjadi perjanjian yang kekal. Dan orang yang tidak disunat, yakni laki-laki yang tidak dikerat kulit khatannya, maka orang itu harus dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya: ia telah mengingkari perjanjian-Ku." - Kejadian 17: 9 – 14

Perjumpaan keenam mengharuskan Abraham melepaskan Ismail, anak kandung hasil usaha Abraham untuk menggenapi apa yang Tuhan janjikan.

Tetapi Allah berfirman kepada Abraham: "Janganlah sebal hatimu karena hal anak dan budakmu itu; dalam segala yang dikatakan Sara kepadamu, haruslah engkau mendengarkannya, sebab yang akan disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak. Tetapi keturunan dari hambamu itu juga akan Kubuat menjadi suatu bangsa, karena ia pun anakmu." – Kejadian 21:12, 13

Dan Abraham berkata kepada Allah: "Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!" Tetapi Allah berfirman: "Tidak, melainkan isterimu Saralah yang akan melahirkan anak laki-laki bagimu, dan engkau akan menamai dia Ishak, dan Aku akan mengadakan perjanjian-Ku dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya. Tentang Ismael, Aku telah mendengarkan permintaanmu; ia akan Kuberkati, Kubuat beranak cucu dan sangat banyak; ia akan memperanakkan dua belas raja, dan Aku akan membuatnya menjadi bangsa yang besar. Tetapi perjanjian-Ku akan Kuadakan dengan Ishak, yang akan dilahirkan Sara bagimu tahun yang akan datang pada waktu seperti ini juga." – Kejadian 17:18 – 21

Perjumpaan ketujuh merupakan puncak dari segalanya. Setahap demi setahap Abraham belajar mempersembahkan segalanya kepada Tuhan. Mulai dari kampung halaman, rumah orang tua, ikatan dengan keluarga, orang kepercayaan, cela Mesir, Ismail, dan akhirnya ... Ishak yang merupakan anak perjanjian. Ishak adalah anak yang dijanjikanTuhan puluhan tahun sebelumnya kepada Abraham. Ishak adalah segalanya bagi Abraham. Pada saat Ishak lahir, kekuatan manusia Abraham dan Sara sudah tidak ada. Ishak adalah penggenapan janji yang Tuhan berikan melalui cara Tuhan sendiri, bukan melalui kekuatan manusia.

Ishak adalah visi atau janji yang Tuhan berikan kepada kita masing-masing. Mungkin ada orang yang mendapat janji dari Tuhan bahwa ia akan menjadi hamba Tuhan yang dipakai ke seluruh dunia dan menggembalakan banyak orang. Setelah beberapa tahun, nampaknya visi itu mulai menjadi kenyataan dan jelas sekali itu terjadi karena pekerjaan Tuhan sendiri, bukan karena usaha manusia. Tetapi kemudian Tuhan meminta untuk visi tersebut kembali dipersembahkan kepada Tuhan. Dan itu berarti kematian bagi visi tersebut.
Bagi banyak orang, hal itu akan merupakan pengorbanan yang paling menyakitkan. Bagaimana mungkin Tuhan menarik kembali apa yang pernah dijanjikanNya? Bukankah sudah banyak yang harus dilepaskan demi tergenapinya visi tersebut? Bukankah sudah terlalu banyak harga yang dibayar dan proses yang harus dilalui sampai visi tersebut mulai terwujud? Bagaimana mungkin sekarang visi tersebut harus dipersembahkan kembali kepada Tuhan? Apakah Tuhan tidak melihat betapa jauhnya kita sudah berjalan?

Bisa dimengerti kalau untuk terwujudnya suatu visi – apalagi visi dari Tuhan – ada banyak yang harus dibayar dan proses yang harus dilalui. Bukankah itu yang dikatakan Tuhan Yesus?

”...sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya....., (Markus 10:29)

Tetapi bagaimana mungkin kita harus melepaskan visi yang memang Tuhan berikan kepada kita? Rasanya mustahil. Tetapi itulah yang dialami Abraham. Ia mempersembahkan Ishak, yang adalah janji Tuhan, visi dari Tuhan dan yang juga merupakan masa depannya. Ishak adalah segalanya bagi Abraham,... tetapi itu yang diminta Tuhan untuk dipersembahkan.

Apakah yang menjadi ”Ishak” anda? Pekerjaan anda, usaha anda, dreams anda, atau mungkin gereja anda? Atau pelayanan anda? Atau comfort zone anda? Abraham mempersembahkan segalanya, termasuk juga visi, janji yang Tuhan berikan kepadanya. Setelah itu, Ishak yang sudah dipersembahkan menjadi “hidup kembali”. Abraham menunjukkan bahwa Tuhan adalah di atas segala-galanya di dalam kehidupannya, juga di atas visi atau janji yang pernah Tuhan berikan kepadanya. Dan kemudian, tidak tanggung-tanggung Tuhan bersumpah demi diriNya sendiri untuk memberkati Abraham berlimpah-limpah.

kata-Nya: "Aku bersumpah demi diri-Ku sendiri -- demikianlah firman TUHAN --: Karena engkau telah berbuat demikian, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku, maka Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sangat banyak seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, dan keturunanmu itu akan menduduki kota-kota musuhnya. Oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firman-Ku." – Kejadian 22:16-18

Untuk selanjutnya, Tuhan menyebut Abraham sebagai sahabatNya. Bukan hanya hambaNya atau nabiNya, tetapi juga sahabatNya.

Bukankah Engkau Allah kami yang menghalau penduduk tanah ini dari depan umat-Mu Israel, dan memberikannya kepada keturunan Abraham, sahabat-Mu itu, untuk selama-lamanya? – II Tawarikh 20:7

Sejauh mana kita mau berjalan bersama Tuhan? Apakah sebatas ”hamba Tuhan”, ataukah kita mau terus meningkatkannya menjadi sahabatNya?

Selasa, 07 April 2009

Melepaskan Ismail

Pada waktu itu Sara melihat, bahwa anak yang dilahirkan Hagar, perempuan Mesir itu bagi Abraham, sedang main (mocking, KJV) dengan Ishak, anaknya sendiri. Berkatalah Sara kepada Abraham: "Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba ini tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anakku Ishak." Hal ini sangat menyebalkan Abraham oleh karena anaknya itu. Tetapi Allah berfirman kepada Abraham: "Janganlah sebal hatimu karena hal anak dan budakmu itu; dalam segala yang dikatakan Sara kepadamu, haruslah engkau mendengarkannya, sebab yang akan disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak. Tetapi keturunan dari hambamu itu juga akan Kubuat menjadi suatu bangsa, karena ia pun anakmu." Keesokan harinya pagi-pagi Abraham mengambil roti serta sekirbat air dan memberikannya kepada Hagar. Ia meletakkan itu beserta anaknya di atas bahu Hagar, kemudian disuruhnyalah perempuan itu pergi. Maka pergilah Hagar dan mengembara di padang gurun Bersyeba – Kejadian 21:9 – 14

Bukankah ada tertulis, bahwa Abraham mempunyai dua anak, seorang dari perempuan yang menjadi hambanya dan seorang dari perempuan yang merdeka? Tetapi anak dari perempuan yang menjadi hambanya itu diperanakkan menurut daging dan anak dari perempuan yang merdeka itu oleh karena janji. Tetapi seperti dahulu, dia, yang diperanakkan menurut daging, menganiaya yang diperanakkan menurut Roh, demikian juga sekarang ini. Tetapi apa kata nas Kitab Suci? "Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba perempuan itu tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anak perempuan merdeka itu. – Galatia 4:22,23, 29, 30

Perjumpaan berikutnya antara Abraham dengan Tuhan menyebabkan Ismail harus diusir. Ismail adalah lambang kekuatan manusia untuk berusaha menggenapkan janji Tuhan. Ketika kita semakin mengenal Tuhan, kita akan semakin sadar bahwa ”Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Roma 11:36)

Ketika Tuhan memberikan janjiNya kepada kita, Ia ingin agar kita bergantung kepadaNya untuk realisasinya. Dalam kenyataannya, seringkali kita tidak sabar menantikan janjiNya sehingga lahirlah Ismail dalam kehidupan kita yang merupakan usaha manusia kita untuk ”menolong Tuhan”.

Barangkali Tuhan pernah berjanji bahwa kita akan menjadi hambaNya untuk memberitakan namaNya sampai ke ujung dunia. Ketika kita tidak sabar menantikan penggenapan janjiNya tersebut, kita mulai berusaha mempromosikan diri kita dengan berbagai cara agar kita bisa menjadi seperti yang Ia janjikan. Atau Tuhan pernah berjanji bahwa kita akan menjadi seorang yang sangat kaya seperti Ayub. Lalu karena kita tidak sabar, kita pakai berbagai cara agar kita menjadi kaya.

Abraham juga mengalami hal yang sama. Tuhan sudah berjanji bahwa ia akan punya anak kandung yang nantinya akan menjadi ahli warisnya.

Tetapi datanglah firman TUHAN kepadanya, demikian: "Orang ini tidak akan menjadi ahli warismu, melainkan anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu." - Kejadian 15:4

Tetapi kemudian ia tidak sabar sehingga oleh anjuran isterinya, ia berusaha ”menolong Tuhan” supaya ia punya anak kandung.

Berkatalah Sarai kepada Abram: "Engkau tahu, TUHAN tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak." Dan Abram mendengarkan perkataan Sarai. Jadi Sarai, isteri Abram itu, mengambil Hagar, hambanya, orang Mesir itu, -- yakni ketika Abram telah sepuluh tahun tinggal di tanah Kanaan --, lalu memberikannya kepada Abram, suaminya, untuk menjadi isterinya – Kejadian 16:2,3

Ketika Abraham melakukan hal ini dan kemudian lahirlah Ismail, umurnya sudah 86 tahun. Dan setelah itu, tidak pernah ada Firman Tuhan kepada Abraham sampai ia berumur 99 tahun.

Lalu Hagar melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abram dan Abram menamai anak yang dilahirkan Hagar itu Ismael. Abram berumur delapan puluh enam tahun, ketika Hagar melahirkan Ismael baginya. – Kejadian 15:15, 16

Ketika Abram berumur sembilan puluh sembilan tahun, maka TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman kepadanya: "Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela. – Kejadian 17:1

Ketika Tuhan berbicara lagi kepada Abraham setelah 13 tahun, maka hal pertama yang Ia katakan adalah: ”Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela.” Artinya, Tuhan mau berkata, ”Aku Mahakuasa sehingga tidak perlu ditolong untuk mewujudkan apa yang telah Ku janjikan kepadamu. Jangan pakai caramu untuk membantuKu, itu adalah cela Mesir.”

Ada suatu pelajaran menarik di sini. Ketika kita berusaha mewujudkan janji Tuhan kepada kita dengan cara kita sendiri, maka kita kehilangan keintiman dengan Dia. Tiba-tiba kita tidak mendengar lagi Dia berbicara. Sebelumnya, begitu banyak rhema, pewahyuan yang kita terima. Tiba-tiba, setelah kita pakai cara kita untuk ”menolong Tuhan”, Dia tidak berbicara lagi. Abraham harus membayar mahal sekali, yaitu hilangnya komunikasi dengan Tuhan selama 13 tahun.

Pernahkah anda mengalami hal tersebut? Mungkin anda masih melayani Tuhan, masih memimpin pujian, masih berkotbah, menyampaikan Firman Tuhan, masih berdoa semalaman, tetapi jauh di kedalaman anda tahu bahwa Ia tidak berbicara sejelas dulu lagi. Anda kehilangan keintiman yang selama ini begitu membuat anda bergairah untuk melayani Dia.

Ketika akhirnya Tuhan berbicara kepada Abraham lagi, Ia meminta supaya Ismail disingkirkan. Tuhan tetap memberikati Ismail, tetapi perjanjianNya hanya berlaku bagi Ishak yang lahir bukan karena usaha Abraham.

Tentang Ismael, Aku telah mendengarkan permintaanmu; ia akan Kuberkati, Kubuat beranak cucu dan sangat banyak; ia akan memperanakkan dua belas raja, dan Aku akan membuatnya menjadi bangsa yang besar. Tetapi perjanjian-Ku akan Kuadakan dengan Ishak, yang akan dilahirkan Sara bagimu tahun yang akan datang pada waktu seperti ini juga. – Kejadian 17:20,21

Seringkali kita puas dengan melayani Tuhan sesuai dengan cara kita. Kita punya talenta dan kita gunakan itu untuk melayani Tuhan dengan cara kita. Tuhan tetap bisa memberkatinya, tetapi jika kita sungguh-sungguh ingin sesuatu yang sangat memuaskan hatiNya, kita harus belajar mengijinkan Tuhan menggunakan talenta kita seperti yang Ia mau. Hal ini sesuai dengan apa yang Ia sampaikan kepada Musa tentang orang-orang yang diberi skill, tetapi harus digunakan tepat menurut yang diperintahkan TUHAN.

Demikianlah harus bekerja Bezaleel dan Aholiab, dan setiap orang yang ahli, yang telah dikaruniai TUHAN keahlian dan pengertian, sehingga ia tahu melakukan segala macam pekerjaan untuk mendirikan tempat kudus, tepat menurut yang diperintahkan TUHAN." – Keluaran 36:1

Biarlah semakin banyak ”Ishak” yang dilahirkan dalam pelayanan yang Tuhan percayakan kepada kita masing-masing. Amin!

Selasa, 17 Maret 2009

Perjumpaan Kelima - Sunat

Ketika Abram berumur sembilan puluh sembilan tahun, maka TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman kepadanya: "Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela. …Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat; haruslah dikerat kulit khatanmu dan itulah akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan kamu. Anak yang berumur delapan hari haruslah disunat, yakni setiap laki-laki di antara kamu, turun-temurun: baik yang lahir di rumahmu, maupun yang dibeli dengan uang dari salah seorang asing, tetapi tidak termasuk keturunanmu. Orang yang lahir di rumahmu dan orang yang engkau beli dengan uang harus disunat; maka dalam dagingmulah perjanjian-Ku itu menjadi perjanjian yang kekal. Dan orang yang tidak disunat, yakni laki-laki yang tidak dikerat kulit khatannya, maka orang itu harus dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya: ia telah mengingkari perjanjian-Ku." – Kejadian 17:1,10-14

Setelah seluruh bangsa itu selesai disunat, maka tinggallah mereka di tempatnya masing-masing di perkemahan itu, sampai mereka sembuh. Dan berfirmanlah TUHAN kepada Yosua: "Hari ini telah Kuhapuskan cela Mesir itu dari padamu." Itulah sebabnya nama tempat itu disebut Gilgal sampai sekarang. - Yosua 5:8,9

Perjumpaan Abraham dengan Tuhan yang kelima kalinya juga membuat Abraham harus melepaskan sesuatu. Tidak hanya namanya berubah dari Abram menjadi Abraham, tetapi juga setiap laki-laki yang bersama-sama dengannya harus disunat. Sunat adalah lambang cela Mesir yang ditanggalkan. Ketika Abraham keluar dari Mesir, ia membawa banyak budak laki-laki dan perempuan dan di antaranya juga ada Hagar.

Firaun menyambut Abram dengan baik-baik, karena ia mengingini perempuan itu, dan Abram mendapat kambing domba, lembu sapi, keledai jantan, budak laki-laki dan perempuan, keledai betina dan unta. - Kejadian 12:16

Hagar inilah yang selanjutnya melahirkan Ismael sebagai cara Abraham dan isterinya untuk mewujudkan janji Tuhan kepada mereka.

Adapun Sarai, isteri Abram itu, tidak beranak. Ia mempunyai seorang hamba perempuan, orang Mesir, Hagar namanya. Berkatalah Sarai kepada Abram: "Engkau tahu, TUHAN tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak." Dan Abram mendengarkan perkataan Sarai. Jadi Sarai, isteri Abram itu, mengambil Hagar, hambanya, orang Mesir itu, -- yakni ketika Abram telah sepuluh tahun tinggal di tanah Kanaan --, lalu memberikannya kepada Abram, suaminya, untuk menjadi isterinya. – Kejadian 16:1-3

Ketika akhirnya Hagar melahirkan Ismael pada saat Abraham berumur 86 tahun, Tuhan selanjutnya tidak pernah berbicara kepada Abraham sampai ia berumur 99 tahun.

Lalu Hagar melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abram dan Abram menamai anak yang dilahirkan Hagar itu Ismael. Abram berumur delapan puluh enam tahun, ketika Hagar melahirkan Ismael baginya. – Kejadian 16:15, 16

Ada selang waktu 13 tahun Tuhan tidak berbicara dengan Abraham. Selama itu, tidak ada perjumpaan Abraham dengan Tuhan. Ketika akhirnya Abraham berjumpa dengan Tuhan, maka ia harus disunat sebagai lambang cela Mesir yang ditanggalkan. Kekuatan Abraham yang telah dipakai untuk menghasilkan Ismael harus dibersihkan dari cela Mesir. Sunat adalah lambang kekuatan alamiah kita, talenta kita, kepandaian kita yang harus ditaklukkan pada kedaulatan Tuhan. Tuhan mau memakai talenta kita, kepandaian kita, kemampuan kita, tetapi semuanya harus dalam tuntunan Dia.

Abraham telah berusaha untuk mewujudkan janji Tuhan kepadanya dengan cara menikah dengan Hagar dan menghasilkan Ismael yang adalah anak kandungnya. Tetapi janji Tuhan hanya boleh diwujudkan dengan cara Tuhan. Akibatnya, perjumpaan berikutnya antara Abraham dengan Tuhan menyebabkan Abraham harus melepaskan kekuatan alamiahnya untuk tunduk pada kedaulatan Tuhan.

Dalam hidup kita, kerinduan kita untuk menyenangkan Tuhan dan mewujudkan janji-janjiNya bagi kita merupakan hal yang mulia. Tetapi untuk itupun kita perlu mengizinkan Tuhan memakai caraNya sendiri untuk menggenapi apa yang Ia janjikan. Kalau kita pakai cara kita, maka hasilnya adalah Ismael. Kalau kita mengizinkan Dia melakukannya bagi kita, maka hasilnya adalah Ishak yang adalah anak perjanjian.

Kamis, 05 Maret 2009

Melepaskan Eliezer

Janganlah ia menghadap hadirat TUHAN dengan tangan hampa, - Ulangan 16:16

Kemudian datanglah firman TUHAN kepada Abram dalam suatu penglihatan: "Janganlah takut, Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar." Abram menjawab: "Ya Tuhan ALLAH, apakah yang akan Engkau berikan kepadaku, karena aku akan meninggal dengan tidak mempunyai anak, dan yang akan mewarisi rumahku ialah Eliezer, orang Damsyik itu." Lagi kata Abram: "Engkau tidak memberikan kepadaku keturunan, sehingga seorang hambaku nanti menjadi ahli warisku." Tetapi datanglah firman TUHAN kepadanya, demikian: "Orang ini tidak akan menjadi ahli warismu, melainkan anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu." – Kejadian 15:1–4


Setiap perjumpaan dengan Tuhan membutuhkan sesuatu untuk dipersembahkan. Abraham mengalami hal ini. Perjumpaan pertama menyebabkan Abraham harus melepaskan Ur- Kasdim. Perjumpaan kedua menyebabkan ia harus meninggalkan Haran dan kuburan ayahnya. Perjumpaan ketiga terjadi karena Abraham melepaskan Lot yang yang bertahun-tahun ikut dengannya. Ada sesuatu yang harus dilepaskan.

Kini, pada perjumpaan keempat, ada juga yang harus dilepaskan, yaitu Eliezer, hamba kepercayaannya. Rupanya, setelah bertahun-tahun menunggu janji Tuhan dan Sara tidak hamil juga, maka Abraham mulai membuat plan B, yaitu menyiapkan Eliezer untuk menjadi ahli warisnya. Barangkali sebelumnya ia berharap pada Lot, keponakannya sendiri untuk menjadi ahli warisnya. Kini, ketika semua anggota keluarganya sudah tidak ada lagi, ia berharap pada Eliezer untuk mewarisi harta bendanya. Tetapi perjumpaannya dengan Tuhan menyebabkan ia juga harus melepaskan harapannya pada Eliezer.

Pernahkah anda sadari bahwa ketika kita mengikut Tuhan, kita akan dibawa dari satu penyerahan kepada penyerahan lainnya? Kita memang akan berjalan from glory to glory (II Korintus 3:18), tetapi bersamaan dengan itu kita juga melepaskan sesuatu yang Tuhan minta. Apa yang biasanya kita andalkan akan ”dicopot” satu demi satu sehingga pada akhirnya mata kita benar-benar hanya tertuju kepada Dia. Pada akhirnya kita akan sadar bahwa kita tidak bisa ”membantu Tuhan” untuk mewujudkan apa yang telah Ia janjikan kepada kita.

Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! – Roma 11:36

Rabu, 25 Februari 2009

Perjumpaan Ketiga - Berpisah dengan Lot

Maka berkatalah Abram kepada Lot: "Janganlah kiranya ada perkelahian antara aku dan engkau, dan antara para gembalaku dan para gembalamu, sebab kita ini kerabat. Bukankah seluruh negeri ini terbuka untuk engkau? Baiklah pisahkan dirimu dari padaku; jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau ke kanan, maka aku ke kiri." Lalu Lot melayangkan pandangnya dan dilihatnyalah, bahwa seluruh Lembah Yordan banyak airnya, seperti taman TUHAN, seperti tanah Mesir, sampai ke Zoar. -- Hal itu terjadi sebelum TUHAN memusnahkan Sodom dan Gomora. -- Sebab itu Lot memilih baginya seluruh Lembah Yordan itu, lalu ia berangkat ke sebelah timur dan mereka berpisah. Abram menetap di tanah Kanaan, tetapi Lot menetap di kota-kota Lembah Yordan dan berkemah di dekat Sodom. Adapun orang Sodom sangat jahat dan berdosa terhadap TUHAN. - Kejadian 13:8-13

Setelah Lot berpisah dari pada Abram, berfirmanlah TUHAN kepada Abram: "Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya. Dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya, sehingga, jika seandainya ada yang dapat menghitung debu tanah, keturunanmu pun akan dapat dihitung juga. Bersiaplah, jalanilah negeri itu menurut panjang dan lebarnya, sebab kepadamulah akan Kuberikan negeri itu – Kejadian 13:14-17


Perjumpaan Abraham (waktu itu namanya masih Abram) yang ketiga dengan Tuhan terjadi setelah Abraham berpisah dengan Lot. Sebenarnya, sudah sejak awal Tuhan berfirman kepada Abraham untuk keluar dari Ur Kasdim dan dari sanak saudaranya. Abraham masih membawa ayahnya yang kemudian meninggal di Haran. Abraham juga masih membawa Lot ketika keluar dari Haran. Selama itu, tuntunan Tuhan tidak terlalu jelas sebab Abraham hanya taat sebagian. Lot masih ikut dengannya. Mungkin memang karena tidak ada pilihan lain dan juga merupakan tanggung jawab Abraham untuk membawa keponakannya.

Tetapi pada akhirnya “keadaan” memaksa mereka untuk berpisah, dan itu merupakan korban yang harus dilepaskan Abraham untuk perjumpaannya yang ketiga dengan Tuhan. Kalau pada perjumpaan pertama Abraham harus melepaskan Ur Kasdim, pada perjumpaan kedua Abraham harus melepaskan ayahnya dan meninggalkan Haran, maka perjumpaan ketiga terjadi karena Abraham melepaskan Lot.

Perjumpaan dengan Tuhan membuat kita melepaskan sesuatu. Tuhan tidak bisa memakai Abraham sepenuhnya sebelum ia taat sepenuhnya. Jika kita menyadari prinsip ini, akan lebih mudah buat kita untuk mengikuti rencanaNya step by step.

Ketika Abraham sudah berpisah dengan Lot, maka Tuhan berbicara sangat detil dan cukup panjang dibandingkan dengan ketika pertama kali Ia berbicara pada perjumpaan pertama dan perjumpaan kedua.


Bagaimana dengan anda? Apakah Tuhan cukup detil berbicara dengan anda? Adakah sesuatu yang belum sepenuhnya anda lepaskan walaupun Ia sudah pernah memintanya? Jika kita belajar taat dengan sepenuh hati, maka rencanaNya juga tidak tertunda-tunda di dalam hidup kita.

Selasa, 17 Februari 2009

Keluar dari Haran

…tetapi janganlah orang menghadap ke hadirat-Ku dengan tangan hampa. – Keluaran 23:15

Setiap perjumpaan dengan Tuhan membutuhkan sesuatu untuk diberikan, sesuatu untuk dilepaskan, seperti yang Dia minta. Perjumpaan pertama Abraham dengan Tuhan menyebabkan ia bersama ayahnya dan keponakannya harus melepaskan Ur-Kasdim, meninggalkan Mesopotamia dan kemudian berhenti di Haran. Setelah ayahnya meninggal, kembali Tuhan menampakkan diri dan kali ini ada juga yang harus dilepaskan Abraham ketika berjumpa dengan Tuhan.

Maka keluarlah ia dari negeri orang Kasdim, lalu menetap di Haran. Dan setelah ayahnya meninggal, Allah menyuruh dia pindah dari situ ke tanah ini, tempat kamu diam sekarang; - Kisah Rasul 7 :4

Lalu Terah membawa Abram, anaknya, serta cucunya, Lot, yaitu anak Haran, dan Sarai, menantunya, isteri Abram, anaknya; ia berangkat bersama-sama dengan mereka dari Ur-Kasdim untuk pergi ke tanah Kanaan, lalu sampailah mereka ke Haran, dan menetap di sana. Umur Terah ada dua ratus lima tahun; lalu ia mati di Haran. Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya, dan Lot pun ikut bersama-sama dengan dia; Abram berumur tujuh puluh lima tahun, ketika ia berangkat dari Haran. – Kej 11 :31-12:4

Kalau perjumpaan pertama menyebabkan Abraham harus meninggalkan kampung halamannya, maka perjumpaan kedua menyebabkan Abraham harus meninggalkan ayahnya yang sudah meninggal di Haran.

Panggilan Tuhan kepada Abraham ketika masih di Ur Kasdim sebenarnya cukup spesifk, yaitu keluar dari negerinya dan dari sanak keluarganya. Abaraham memang taat, hanya tidak sepenuhnya. Ia taat untuk keluar dari negerinya, tetapi keluarga besarnya tetap ikut dengan dia. Ayahnya ikut dengan dia, Lot juga ikut dengan dia. Akibatnya, tidak ada tuntunan Tuhan lebih spesifik. Bahkan, di Kitab Kejadian dikatakan bahwa Terah yang membawa Abraham. Yang mendapat visi adalah Abraham, tetapi yang mengambil alih pimpinan adalah Terah, ayahnya.

Nama Terah sendiri artinya delay atau penundaan. Ketika Abraham taat sebagian, maka ada penundaah atas rencana Tuhan dalam hidupnya. Tuhan membiarkan Abraham tinggal di Haran selama beberapa lama sampai ayahnya meninggal, baru kemudian Ia menampakkan diri lagi kepada Abraham. Kali ini, Abraham harus meninggalkan ayahnya yang sudah meninggal itu dan pergi keluar dari Haran.

Ketika Tuhan hendak memakai seseorang, maka tidak hanya lingkungan luar - yang menghambat pertumbuhan rohani – yang harus ditinggalkan. Dalam kasus Abraham, bahkan ikatan dengan ayahnya pun harus diputuskan. Tidak berarti kalau kita hendak melayani Tuhan maka kita harus meninggalkan keluarga besar kita karena kasusnya mungkin berbeda. Tapi yang jelas, perjumpaan dengan Tuhan itu menyebabkan ada sesuatu yang harus dilepaskan yang mungkin tanpa kita sadari menghambat pertumbuhan rohani atau rencana Tuhan dalam hidup kita. Kalau kita taat, maka Tuhan akan mengembalikan apa yang telah lepaskan itu dengan caraNya sendiri.

Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku – Matius 10:37

Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Kerajaan Allah meninggalkan rumahnya, isterinya atau saudaranya, orang tuanya atau anak-anaknya, akan menerima kembali lipat ganda pada masa ini juga, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal”. – Lukas 18:29 – 30

Kamis, 12 Februari 2009

Meninggalkan Ur-Kasdim

…tetapi janganlah orang menghadap ke hadirat-Ku dengan tangan hampa. – Keluaran 23:15

Lalu Terah membawa Abram, anaknya, serta cucunya, Lot, yaitu anak Haran, dan Sarai, menantunya, isteri Abram, anaknya; ia berangkat bersama-sama dengan mereka dari Ur-Kasdim untuk pergi ke tanah Kanaan, lalu sampailah mereka ke Haran, dan menetap di sana – Kejadian 11:31

Jawab Stefanus: "Hai saudara-saudara dan bapa-bapa, dengarkanlah! Allah yang Mahamulia telah menampakkan diri-Nya kepada bapa leluhur kita Abraham, ketika ia masih di Mesopotamia, sebelum ia menetap di Haran, dan berfirman kepadanya: Keluarlah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan pergilah ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu. Maka keluarlah ia dari negeri orang Kasdim, lalu menetap di Haran – Kisah Rasul 7:2 – 4

Setiap perjumpaan dengan Tuhan membutuhkan sesuatu yang harus dilepaskan, yang harus dibawa kepadaNya sebab firmanNya berkata, “Janganlah orang menghadap ke hadiratKu dengan tangan hampa." Biasanya kita mengartikan ini dengan persembahan uang atau kolekte atau persembahan pujian atau ucapan syukur dari mulut kita. Tetapi hal ini juga bisa berarti sesuatu yang harus kita persembahkan atau kita lepaskan ketika Tuhan memintanya.

Perjumpaan pertama Abaraham dengan Tuhan terjadi ketika ia masih tinggal di Mesopotamia, Ur-Kasdim. Perjumpaan pertama ini membuat Abraham harus meninggalkan kampung halamannya. Ia harus melepaskan Ur-Kasdim yang mungkin juga merupakan tempat kelahirannya.

Ur Kasdim, Mesopotamia adalah daerah tempat berhala. Ketika Tuhan mau memakai Abraham, maka korban pertama yang harus dilepaskan Abraham adalah kampung halamannya. Jika Abraham tidak mau keluar dari Ur Kasdim, maka Tuhan tidak bisa memakai dia.

Ketika Tuhan mau memakai kita, maka biasanya hal pertama yang Ia ingin agar kita lepaskan adalah lingkungan kita yang mungkin akan menghambat pertumbuhan rohani kita. Itu adalah Ur-Kasdim kita yang harus kita tinggalkan. Alkitab berkata, pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik (I Kor 15:33).

Ketika seseorang berjumpa dengan Tuhan untuk pertama kalinya, ketika ia lahir baru, maka tiba-tiba lingkungan pergaulannya tidak lagi menjadi tempat yang menarik hatinya. Bahkan, teman-temannya mulai menganggapnya aneh dan kemudian menolaknya. Ia akan dianggap ekstrim, terlalu religius, sok alim, dan sebagainya. Pada saat itu, ia harus memilih, apakah akan tetap bergaul dengan lingkungan lamanya, apakah akan tetap “berada di Ur-Kasdim” atau mengikut Tuhan untuk kemudian dibawa ke lingkungan baru yang akan mendukung pertumbuhan rohaninya.

Bagaimana dengan anda? Pernahkah anda berjumpa denganNya? Adakah sesuatu yang Ia minta untuk anda lepaskan? Apakah anda tetap berada di lingkungan lama yang tidak menunjang pertumbuhan rohani anda? Apakah anda tetap “berada di Ur-Kasdim”? Jika anda ingin terus bertumbuh secara rohani, maka anda harus mau melepaskan apa yang Ia minta. Dan dapat dipastikan bahwa yang Ia minta adalah sesuatu yang akan mendatangkan kebaikan bagi kita.

Selasa, 10 Februari 2009

Perjumpaan Dengan Tuhan

Tiga kali setahun setiap orang laki-laki di antaramu harus menghadap hadirat TUHAN, Allahmu, ke tempat yang akan dipilih-Nya, yakni pada hari raya Roti Tidak Beragi, pada hari raya Tujuh Minggu dan pada hari raya Pondok Daun. Janganlah ia menghadap hadirat TUHAN dengan tangan hampa, - Ulangan 16:16

Ada satu prinsip yang tercatat di Alkitab, “Janganlah ia menghadap hadirat TUHAN dengan tangan hampa”

Sesungguhnya, setiap perjumpaan dengan Tuhan membuat kita melepaskan sesuatu. Kita memang mendapatkan sesuatu dari padaNya, tetapi bersamaan dengan itu kita juga melepaskan sesuatu. Seorang hamba Tuhan senior bahkan berkata, bahwa jika kita bertemu dengan Tuhan dan tidak ada sesuatu yang kita lepaskan, maka sesungguhnya kita belum berjumpa dengan Tuhan.

Ketika Zakeus bertemu dengan Tuhan, setengah dari miliknya ia lepaskan untuk dibagikan kepada orang-orang miskin .

Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat." – Lukas 9:8

Ketika Petrus bertemu dengan Tuhan, ia mengalami mujizat, menerima dua perahu penuh dengan ikan. Tetapi kemudian ia dan teman-temannya meninggalkan segala sesuatu untuk mengikut Yesus.

Dan sesudah mereka menghela perahu-perahunya ke darat, mereka pun meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus. - Lukas 5:11

Dalam kehidupan Abraham, yang sebelumnya bernama Abram, hal ini juga terjadi. Setiap perjumpaan Abraham dengan Tuhan, ada sesuatu yang dilepaskan Abraham. Ada sesuatu yang harus diberikan, sebab firmanNya mengajarkan kepada kita untuk tidak menghadap hadiratNya dengan tangan hampa.

Semakin cepat kita menyadari hal ini, semakin baik kita dalam pertumbuhan rohani kita. Jika sudah sekian lama kita tidak bertumbuh secara rohani, mungkin tanpa sadar kita juga sudah lama tidak berjumpa dengan Dia. Kita tidak berjumpa dengan Dia karena ada sesuatu yang tidak kita lepaskan ketika kita bertemu dengan Dia sebelumnya. Kita masih berdoa, kita masih melayani, kita masih berkotbah, kita masih memuji dan menyembah Dia, kita masih mendoakan orang sakit, kita masih menggembalakan jemaat yang Tuhan percayakan, tetapi kita tidak berjumpa dengan Dia.

Pernahkah anda mengalaminya? Anda sibuk dalam pelayanan tetapi semuanya hanya mekanis. Anda giat tetapi anda tidak merasakan gairah yang menyala-nyala dalam melayani Dia. Semuanya hanya tugas, hanya rutinitas. Mungkin sudah lama anda tidak berjumpa dengan Dia. Mungkin ada sesuatu yang belum anda persembahkan kepada Dia. Mungkin ada sesuatu yang Dia minta tetapi masih tetap anda tahan. Mungkin ada sesuatu yang belum anda lepaskan ketika berjumpa dengan Dia sebelumnya.

Bagi beberapa orang, itu bisa berarti hobi, tabiat buruk, lingkungan kerja yang tidak mendukung, dosa, atau bahkan kekuatiran akan masa depan. Bagi orang lain, mungkin itu berarti cita-cita, impian, pekerjaan, pacar, atau bahkan pelayanan. Sudah bukan hal yang aneh kalau pelayananpun bisa menduduki posisi yang lebih tinggi dari Tuhan di dalam kehidupan kita. Akibatnya, bisa saja hal itu yang harus kita lepaskan ketika kita berjumpa dengan Dia.

Perjumpaan dengan Tuhan merupakan tonggak-tonggak pertumbuhan rohani kita dengan Dia. Jika kita setia memberikan dan melepaskan apa yang Dia minta setiap kali kita berjumpa dengan Dia, maka pertumbuhan rohani kita akan terus berjalan dari kemuliaan kepada kemuliaan (from glory to glory).

Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar (from glory to glory) – II Korintus 3:18

Rabu, 04 Februari 2009

Forgotten Dreams - Belajar dari Yusuf

Yusuf memberi nama Manasye kepada anak sulungnya itu, sebab katanya: "Allah telah membuat aku lupa sama sekali kepada kesukaranku dan kepada rumah bapaku." - Kejadian 41:51

Inilah riwayat keturunan Yakub. Yusuf, tatkala berumur tujuh belas tahun -- jadi masih muda -- biasa menggembalakan kambing domba, bersama-sama dengan saudara-saudaranya, anak-anak Bilha dan Zilpa, kedua isteri ayahnya. Dan Yusuf menyampaikan kepada ayahnya kabar tentang kejahatan saudara-saudaranya. - Kejadian 37:2

Pada suatu kali bermimpilah Yusuf, lalu mimpinya itu diceritakannya kepada saudara-saudaranya; sebab itulah mereka lebih benci lagi kepadanya. Karena katanya kepada mereka: "Coba dengarkan mimpi yang kumimpikan ini: Tampak kita sedang di ladang mengikat berkas-berkas gandum, lalu bangkitlah berkasku dan tegak berdiri; kemudian datanglah berkas-berkas kamu sekalian mengelilingi dan sujud menyembah kepada berkasku itu." Lalu saudara-saudaranya berkata kepadanya: "Apakah engkau ingin menjadi raja atas kami? Apakah engkau ingin berkuasa atas kami?" Jadi makin bencilah mereka kepadanya karena mimpinya dan karena perkataannya itu. Lalu ia memimpikan pula mimpi yang lain, yang diceritakannya kepada saudara-saudaranya. Katanya: "Aku bermimpi pula: Tampak matahari, bulan dan sebelas bintang sujud menyembah kepadaku." Setelah hal ini diceritakannya kepada ayah dan saudara-saudaranya, maka ia ditegor oleh ayahnya: "Mimpi apa mimpimu itu? Masakan aku dan ibumu serta saudara-saudaramu sujud menyembah kepadamu sampai ke tanah? - Kejadian 37:5-10

Yusuf adalah seorang dreamer. Dari sejak masa mudanya, Allah sudah menaruh rencanaNya di dalam kehidupan Yusuf lewat mimpi yang dialaminya. Ia senang, bangga dan diceritakan semua mimpinya kepada saudara-saudaranya. Hal ini tidak memberikan dampak yang positif karena saudara-saudaranya menjadi lebih iri dengan dia.

Selanjutnya Yusuf dibuang ke dalam sumur, lalu dijual kepada orang Ismael (Kejadian 37:28). Ia akhirnya bekerja di rumah Potifar dan karirnya kemudian menanjak. Potifar percaya penuh kepadanya sehingga kepada Yusuf diberikan kuasa atas seluruh harta milik Potifar (Kejadian 39:5,6).

Nampaknya semua lancar sampai isteri Potifar menggoda Yusuf sehingga akhirnya Yusuf harus masuk penjara yang juga bukan karena kesalahannya. (Kejadian 39:20)

Di penjarapun Yusuf mendapat kasih karunia dari Tuhan sehingga ia menjadi kesayangan kepala penjara. Karirnya kembali menanjak. Ia dipercayakan untuk mengurus semua tahanan yang ada. (Kejadian 39:22,23).

Ketika saatnya tiba, Yusufpun muncul sebagai Perdana Menteri di Mesir. Ia memegang kendali seluruh pemerintahan Mesir pada saat usianya tiga puluh tahun (Kejadian 41:46).

Jadi sudah ada tenggang waktu tiga belas tahun dari sejak ia mendapat mimpi pada umur tujuh belas tahun sampai ia menjadi Perdana Menteri di Mesir.

Pada masa-masa itu, Yusuf menikah dan mempunyai dua anak laki-laki. Yang pertama diberinya nama Manasye karena katanya, "Allah telah membuat aku lupa sama sekali kepada kesukaranku dan kepada rumah bapaku” (Kejadian 41:51). Artinya, Yusuf sudah melupakan mimpinya yang diperolehnya ketika ia masih tinggal di rumah orang tuanya. Ia pernah mendapat mimpi bahwa ia akan diangkat tinggi sehingga saudara-saudaranya dan juga orangtuanya akan datang dan sujud menyembahnya. Setelah lebih dari tiga belas tahun, akhirnya Yusuf melupakan mimpinya.

Kejadian demi kejadian terus berlanjut sampai akhirnya masa tujuh tahun kelimpahan sudah lewat dan Mesir memasuki masa tujuh tahun kelaparan sesuai dengan mimpi Firaun (Kejadian 41:29,30)

Pada saat Yusuf memperkenalkan dirinya kepada saudara-saudaranya, Mesir sudah memasuki masa dua tahun kelaparan. Artinya, Yusuf sudah memerintah di Mesir selama masa tujuh tahun kelimpahan dan masa dua tahun kelaparan atau total sembilan tahun sebagai Perdana Menteri Mesir.

…..sebab kelaparan ini masih ada lima tahun lagi -- supaya engkau jangan jatuh miskin bersama seisi rumahmu dan semua orang yang ikut serta dengan engkau – Kejadian 45:11

Yusuf sudah berumur 39 tahun pada waktu itu.. Ia mendapat mimpinya ketika masih belasan tahun, mungkin 17 tahun. Jadi, dibutuhkan waktu kira-kira selama 22 tahun agar mimpi Yusuf menjadi kenyataan. Pada masa-masa itu, Yusuf sudah melupakan mimpinya, Yusuf sudah berserah total kepada Tuhan. Ia sudah memberi nama Manasye kepada anak sulungnya karena ia sudah melupakan mimpinya yang diperolehnya ketika ia masih tinggal di rumah bapanya.

Pada akhirnya, ketika mimpinya sudah dilupakan, ketika mimpinya sudah mati, pada saat itulah, pada saat yang tidak pernah dibayangkan, tiba-tiba mimpinya menjadi kenyataan. Ia melihat saudara-saudaranya datang dan sujud menyembahnya.

Pernahkah anda mendapatkan mimpi dari Tuhan dan anda yakin bahwa itu pasti terjadi? Berapa lama anda menantikannya? Apakah anda pernah berusaha mengupayakan agar mimpi anda menjadi kenyataan? Pernahkah anda berusaha menolong Tuhan untuk menggenapi janjiNya kepada anda? Yusuf pernah berusaha membenarkan dirinya dan meminta tolong kepada juru minuman

Tetapi, ingatlah kepadaku, apabila keadaanmu telah baik nanti, tunjukkanlah terima kasihmu kepadaku dengan menceritakan hal ihwalku kepada Firaun dan tolonglah keluarkan aku dari rumah ini. Sebab aku dicuri diculik begitu saja dari negeri orang Ibrani dan di sini pun aku tidak pernah melakukan apa-apa yang menyebabkan aku layak dimasukkan ke dalam liang tutupan ini." - Kejadian 40:14, 15

Apa akibatnya? Yusuf dilupakan oleh orang yang pernah ditolongnya, yang kepadanya ia berharap akan menerima pertolongan. Berapa lama hal itu terjadi? Tidak tanggung-tanggung. Dua tahun Yusuf dilupakan oleh kepala juru minuman.

Tetapi Yusuf tidaklah diingat oleh kepala juru minuman itu, melainkan dilupakannya.- Kejadian 40:23

Setelah lewat dua tahun lamanya, bermimpilah Firaun - Kejadian 41:1

Pernahkah anda berusaha mempromosikan diri anda sendiri? Anda yakin bahwa anda dipilih oleh Tuhan, anda diurapi oleh Tuhan dan anda berusaha untuk menolong Tuhan menggenapi janjiNya kepada anda. Yusuf pernah melakukan hal itu, tetapi ia dilupakan selama dua tahun. Semua itu harus ia lalui, sampai ia juga lupa akan mimpinya dan sampai janji Tuhan membenarkannya.

Ketika Ia mendatangkan kelaparan ke atas negeri itu, dan menghancurkan seluruh persediaan makanan, diutus-Nyalah seorang mendahului mereka: Yusuf, yang dijual menjadi budak. Mereka mengimpit kakinya dengan belenggu, lehernya masuk ke dalam besi, sampai saat firman-Nya sudah genap, dan janji TUHAN membenarkannya. Raja menyuruh melepaskannya, penguasa bangsa-bangsa membebaskannya. Dijadikannya dia tuan atas istananya, dan kuasa atas segala harta kepunyaannya, untuk memberikan petunjuk kepada para pembesarnya sekehendak hatinya dan mengajarkan hikmat kepada para tua-tuanya – Mazmur 105:16-22

Biarlah kita belajar mempersembahkan kembali kepadaNya tidak hanya hidup kita, tetapi juga semua mimpi dan janji yang pernah Ia berikan kepada kita.

Senin, 02 Februari 2009

Unfulfilled Dreams - Belajar dari Daud

Tokoh selanjutnya yang sangat terkenal, dekat dengan Tuhan, suka memuji dan menyembah Tuhan, tetapi tidak mendapatkan semua yang dia inginkan adalah Daud.

Sebenarnya Daud mempunyai reputasi yang luar biasa: “Berkenan di hati Tuhan”. Di Alkitab, hanya tiga orang yang mendapat sertifkat “Berkenan Kepada Tuhan”. Yang pertama adalah Henokh.

Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah. – Ibrani 11:5

Yang kedua adalah Daud, seperti yang tercatat di Kisah Rasul 13:22.

Setelah Saul disingkirkan, Allah mengangkat Daud menjadi raja mereka. Tentang Daud Allah telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku. – Kisah 13:22

Yang ketiga adalah Tuhan Yesus.

lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan." – Matius 3:17

Dan tiba-tiba sedang ia berkata-kata turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata: "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia." – Matius 17:5

Lalu terdengarlah suara dari sorga: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan." – Markus 1:11

dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya. Dan terdengarlah suara dari langit: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan." – Lukas 3:22

Kami menyaksikan, bagaimana Ia menerima kehormatan dan kemuliaan dari Allah Bapa, ketika datang kepada-Nya suara dari Yang Mahamulia, yang mengatakan: "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan." – II Petrus 1:17

Daud berkenan kepada Tuhan. Ia memiliki hati yang penurut. Walaupun demikian, ia pernah jatuh dalam dosa, bahkan tidak hanya sekali. Dampak dari kesalahannya cukup fatal. Untuk menutupi kesalahannya, ia merencanakan pembunuhan atas Uria yang adalah suami dari Batsyeba. Uria sendiri adalah salah seorang prajuritnya yang setia (II Samuel 11:11). Kesalahan berikutnya adalah ketika Daud menghitung pasukan Israel yang berdampak matinya tujuh puluh ribu rakyatnya (II Samuel 24:10-15).

Dari sini kita dapat melihat bahwa Daud sangat tidak sempurna. Kesalahan yang dibuat Daud berakibat kepada nyawa orang lain yang jumlahnya tidak sedikit. Kita tidak membaca kesalahan Henokh yang dikatakan hidup bergaul dengan Tuhan (Kejadian 5:24). Alkitab juga menyatakan bahwa Tuhan Yesus juga dicobai, tetapi tidak berbuat dosa.

Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. – Ibrani 4:15

Jadi, dari ketiga orang yang dikatakan “berkenan kepada Tuhan”, Daud yang paling tidak sempurna. Namun demikian, mengapa ia tetap disebut sebagai orang yang berkenan kepada Tuhan? Bahkan, Tuhan Yesus sendiri berkali-kali dikatakan di Alkitab sebagai anak Daud.

Inilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham. – Matius 1:1

Ketika didengarnya, bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru: "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" – Markus 10:47

Ada belasan ayat yang menyatakan hal tersebut. Apa istimewanya Daud? Bukankah ia sangat tidak sempurna? Mengapa ia tetap dihormati dan dikenang sebagai orang yang berkenan kepada Tuhan?

Ada salah satu sikap Daud yang Tuhan sukai, yaitu ia seorang yang penurut. Ia sadar ia pernah salah, tetapi kemudian bertobat. Selanjutnya, sikap hati penurut ini tetap ia jaga. Akibatnya, ketika ada permohonannya yang tidak dikabulkan Tuhan, ia tidak protes. Ia sadar bahwa ia sudah menerima anugerah pengampunan dari Tuhan. Ia sudah jadi raja yang diangkat oleh Tuhan. Ia menjadi pemazmur yang disenangi, ia diangkat tinggi, ia diurapi oleh Tuhan.

"Tutur kata Daud bin Isai dan tutur kata orang yang diangkat tinggi, orang yang diurapi Allah Yakub, pemazmur yang disenangi di Israel…” - II Samuel 23:1

Sebagai seorang raja yang sudah berhasil, apa yang Daud inginkan berikutnya?

Ketika raja telah menetap di rumahnya dan TUHAN telah mengaruniakan keamanan kepadanya terhadap semua musuhnya di sekeliling, berkatalah raja kepada nabi Natan: "Lihatlah, aku ini diam dalam rumah dari kayu aras, padahal tabut Allah diam di bawah tenda." – II Samuel 7:1,2

Daud ingin membangun bait Allah. Ia ingin menyenangkan Tuhan dengan membangun bait Allah. Bukankah itu keinginan yang mulia? Dan bukankah itu yang banyak terjadi di antara kita? Setelah kita sangat diberkati secara materi, berhasil dan sukses di usaha kita, apa yang kita inginkan selanjutnya?

Tetapi pada malam itu juga datanglah firman TUHAN kepada Natan, demikian: "Pergilah, katakanlah kepada hamba-Ku Daud: Beginilah firman TUHAN: Masakan engkau yang mendirikan rumah bagi-Ku untuk Kudiami – II Samuel 7:4,5

Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya. – II Samuel 7:12,13

Respons Daud selanjutnya adalah ia nurut pada kehendak Tuhan. Itu sebabnya Tuhan mengasihi dia karena ia punya hati yang penurut. Dalam bahasa Inggris dikatakan Daud adalah a man after My own heart, who will do all My will (Kisah 13:22 NKJV). Terjemahan bebasnya kira-kira “orang yang selalu mengikuti hati Tuhan”.

Apakah anda punya hati seperti itu? Apakah anda selalu bertanya kepada Tuhan untuk setiap hal yang ingin anda lakukan? Apakah anda bertanya dulu kepada Tuhan kalau anda ingin membangun bait Allah? Apakah anda bertanya dulu kepada Dia kalau anda ingin membuka pelayanan baru yang akan memuliakan namaNya? Ataukah anda tidak bertanya lagi karena yakin Tuhan pasti senang?

Biarlah kita belajar dari Daud, yang senantiasa nurut Tuhan sekalipun keinginannya yang sangat mulia untuk mendirikan bait Allah tidak dikabulkan Tuhan. Ia tetap dikenang sebagai seorang yang berkenan kepada Tuhan, “a man after My own heart, who will do all My will”









Sabtu, 24 Januari 2009

Belajar dari Musa

Ada beberapa tokoh istimewa di Alkitab yang tidak mencapai semua yang sebenarnya mereka inginkan walaupun mereka sangat mengasihi Tuhan. Mereka punya dream, mereka punya keinginan yang mulia, tetapi tidak dikabulkan Tuhan. Mereka dekat dengan Tuhan, mereka bergaul intim dengan Tuhan, tetapi ada keinginan mereka yang tidak dikabulkan Tuhan.

Tokoh pertama adalah Musa. Kita tahu betapa ia sangat dekat dengan Tuhan. Ia punya hati yang sangat lembut. Ia berbicara berhadapan muka dengan Tuhan. Ia bertemu dengan Tuhan di puncak gunung selama 40 hari 40 malam. Ketika kakaknya, Miryam dan Harun ngomongin dia, Tuhan yang marah kepada mereka. Tuhan yang membela Musa.

Bilangan 12
1 Miryam serta Harun mengatai Musa berkenaan dengan perempuan Kush yang diambilnya, sebab memang ia telah mengambil seorang perempuan Kush.
2 Kata mereka: "Sungguhkah TUHAN berfirman dengan perantaraan Musa saja? Bukankah dengan perantaraan kita juga Ia berfirman?" Dan kedengaranlah hal itu kepada TUHAN.
3 Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi.
4 Lalu berfirmanlah TUHAN dengan tiba-tiba kepada Musa, Harun dan Miryam: "Keluarlah kamu bertiga ke Kemah Pertemuan." Maka keluarlah mereka bertiga.
5 Lalu turunlah TUHAN dalam tiang awan, dan berdiri di pintu kemah itu, lalu memanggil Harun dan Miryam; maka tampillah mereka keduanya.
6 Lalu berfirmanlah Ia: "Dengarlah firman-Ku ini. Jika di antara kamu ada seorang nabi, maka Aku, TUHAN menyatakan diri-Ku kepadanya dalam penglihatan, Aku berbicara dengan dia dalam mimpi.
7 Bukan demikian hamba-Ku Musa, seorang yang setia dalam segenap rumah-Ku.
8 Berhadap-hadapan Aku berbicara dengan dia, terus terang, bukan dengan teka-teki, dan ia memandang rupa TUHAN. Mengapakah kamu tidak takut mengatai hamba-Ku Musa?"
9 Sebab itu bangkitlah murka TUHAN terhadap mereka, lalu pergilah Ia.
10 Dan ketika awan telah naik dari atas kemah, maka tampaklah Miryam kena kusta, putih seperti salju; ketika Harun berpaling kepada Miryam, maka dilihatnya, bahwa dia kena kusta!
11 Lalu kata Harun kepada Musa: "Ah tuanku, janganlah kiranya timpakan kepada kami dosa ini, yang kami perbuat dalam kebodohan kami.
12 Janganlah kiranya dibiarkan dia sebagai anak gugur, yang pada waktu keluar dari kandungan ibunya sudah setengah busuk dagingnya."
13 Lalu berserulah Musa kepada TUHAN: "Ya Allah, sembuhkanlah kiranya dia."
14 Kemudian berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Sekiranya ayahnya meludahi mukanya, tidakkah ia mendapat malu selama tujuh hari? Biarlah dia selama tujuh hari dikucilkan ke luar tempat perkemahan, kemudian bolehlah ia diterima kembali."
15 Jadi dikucilkanlah Miryam ke luar tempat perkemahan tujuh hari lamanya, dan bangsa itu tidak berangkat sebelum Miryam diterima kembali.
16 Kemudian berangkatlah mereka dari Hazerot dan berkemah di padang gurun Paran.

Bukan main! Betapa Tuhan sangat melindungi Musa. Ketika ada pemberontakan yang dilakukan oleh Korah, Datan dan Abiram, Tuhan membela Musa (Bilangan 16:1-35). Musa juga menjadi pembela bangsanya di hadapan Tuhan. Beberapa kali Tuhan tidak jadi memusnahkan bangsa Israel karena Musa berdiri sebagai pendoa syafaat bagi bangsanya. Sepuluh tulah terjadi di Mesir lewat Musa. Laut Teberau terbelah ketika Musa mengangkat tongkatnya. Rasanya, tidak ada doa Musa yang tidak dijawab Tuhan.

Seperti Musa yang dikenal TUHAN dengan berhadapan muka, tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang Israel, dalam hal segala tanda dan mujizat, yang dilakukannya atas perintah TUHAN di tanah Mesir terhadap Firaun dan terhadap semua pegawainya dan seluruh negerinya, dan dalam hal segala perbuatan kekuasaan dan segala kedahsyatan yang besar yang dilakukan Musa di depan seluruh orang Israel - Ulangan 34:10-12

Ketika Musa meninggal dalam usia 120 tahun, kekuatannya belum hilang dan matanya belum kabur. Ia naik sendirian ke Gunung Nebo, melihat negeri perjanjian itu dan kemudian meninggal. Alkitab mencatat, Tuhan sendiri yang menguburkan Musa.

Lalu matilah Musa, hamba TUHAN itu, di sana di tanah Moab, sesuai dengan firman TUHAN. Dan dikuburkan-Nyalah dia di suatu lembah di tanah Moab, di tentangan Bet-Peor, dan tidak ada orang yang tahu kuburnya sampai hari ini - Ulangan 34:5,6

Pernahkah anda bertemu dengan seorang hamba Tuhan dengan reputasi seperti Musa? Sangat fantastis! Namun demikian, ternyata ada satu permintaan Musa yang tidak dikabulkan Tuhan. Permintaan ini bukan permintaan yang jelek atau jahat, justru permintaan yang baik. Apa itu? Musa meminta supaya ia boleh masuk ke tanah perjanjian. Tetapi karena ia pernah melanggar kekudusan Tuhan, ia tidak diijinkan masuk ke tanah perjanjian.

Tetapi TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun: "Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka." - Keluaran 20:12

Akan hal ini, Musa bukannya tidak pernah "bernegosiasi" dengan Tuhan. Ia pernah "membujuk" Tuhan supaya ia diijinkan masuk ke tanah perjanjian.

"Juga pada waktu itu aku mohon kasih karunia dari pada TUHAN, demikian: Ya, Tuhan ALLAH, Engkau telah mulai memperlihatkan kepada hamba-Mu ini kebesaran-Mu dan tangan-Mu yang kuat; sebab allah manakah di langit dan di bumi, yang dapat melakukan perbuatan perkasa seperti Engkau? Biarlah aku menyeberang dan melihat negeri yang baik yang di seberang sungai Yordan, tanah pegunungan yang baik itu, dan gunung Libanon. Tetapi TUHAN murka terhadap aku oleh karena kamu dan tidaklah mendengarkan permohonanku. TUHAN berfirman kepadaku: Cukup! Jangan lagi bicarakan perkara itu dengan Aku. Naiklah ke puncak gunung Pisga dan layangkanlah pandangmu ke barat, ke utara, ke selatan dan ke timur dan lihatlah baik-baik, sebab sungai Yordan ini tidak akan kauseberangi. - Ulangan 3:23-27

Bisakah anda membayangkan, bahwa ada seorang pendoa syafaat yang sangat dekat dengan Tuhan; seorang leader yang diurapi Tuhan; seorang nabi yang pernah berdoa untuk pengampunan atas bangsanya dengan kalimat "...kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu -- dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kautulis." - Keluaran 32:32; seorang intercessor yang mempertaruhkan masa kekekalannya bersama Tuhan demi pengampunan atas bangsanya; seorang yang intim dengan Tuhan, tetapi kemudian ada permintaannya yang "sederhana" yang ditolak Tuhan? Amazing!


Tetapi yang membuat saya kagum adalah sikap hati Musa yang tetap nurut. Musa tidak protes, tidak doa puasa untuk mengubah keputusan Tuhan. Ia tetap menerima keputusan Tuhan itu. Dan lama setelah itu, ketika Tuhan Yesus dimuliakan di atas gunung, tampaklah dua orang yang bercakap-cakap dengan Dia.

Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes saudaranya, dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendiri saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka; wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang. Maka nampak kepada mereka Musa dan Elia sedang berbicara dengan Dia. - Matius 17:1-3


Mengapa kedua orang ini muncul dan bercakap-cakap dengan Tuhan Yesus? Saya percaya mereka mempunyai status rohani yang istimewa di hadapan Tuhan. Elia tidak mengalami kematian karena langsung diangkat hidup-hidup ke sorga. Musa memang mati, tetapi tidak ada yang tahu di mana kuburnya, sebab Tuhan yang menguburkan Musa.

Musa tidak mendapatkan apa yang ia rindukan, yaitu masuk ke tanah perjanjian, tetapi ia memperoleh status rohani yang istimewa di hadapan Tuhan karena sikap hatinya yang nurut.

Betapa penting kita memiliki hati yang penurut di hadapan Tuhan sekalipun untuk itu kita mungkin tidak memperoleh apa yang menurut kita baik dan rohani. Ada orang-orang yang punya kerinduan untuk melayani Tuhan sepenuh waktu dan itu sangat baik, tetapi kemudian mengerti bahwa Tuhan menghendaki hal yang lain bagi hidupnya. Sebaliknya, ada orang-orang yang memang Tuhan panggil untuk melayaniNya sepenuh waktu, tetapi mereka sendiri ingin bekerja seperti orang-orang lain.

Biarlah kita belajar dari Musa yang punya sikap hati yang nurut pada kehendak Tuhan, Amin!

Kamis, 22 Januari 2009

Hati Yang Lembut

Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi - Bilangan 12:3

Salah satu tokoh Alkitab yang terkenal adalah Musa, yang dikatakan mempunyai hati yang sangat lembut, lebih lembut dari setiap manusia yang ada di muka bumi. Musa adalah seorang pendoa bagi bangsanya di hadapan Tuhan. Karena doa Musa, Tuhan mengubah pikiranNya. Apakah itu berarti Musa tidak pernah marah? Tidak! Tercatat di Alkitab, Musa marah beberapa kali.

Ia pernah marah sehingga memukul batu untuk mengeluarkan air sehingga akibatnya ia tidak boleh masuk tanah perjanjian (Bilangan 20:10-13; Mazmur 106:32,33). Iapun pernah sangat marah pada Korah, Datan dan Abiram.

Lalu sangat marahlah Musa dan ia berkata kepada TUHAN: "Janganlah perhatikan segala persembahan mereka. Belum pernah kuambil satu ekor keledai pun dari mereka, dan belum pernah kulakukan yang jahat kepada seseorang pun dari mereka." - Bilangan 16:15

Tapi mengapa dikatakan Musa memiliki hati yang sangat lembut? Begitu lembutnya sehingga ketika Harun dan Miryam ngomongin Musa, maka Tuhan yang marah. Tuhan yang membela Musa dan akibatnya Miryam kena kusta selama seminggu. Pernahkah anda membayangkan ada seorang hamba Tuhan yang punya hati sedemikian lembut seperti Musa?

Dalam bahasa Ibrani, kata lembut atau meek yang dipakai adalah anav. Arti kata ini adalah depressed in mind. Musa adalah seorang yang sangat "tertekan". Ia berada di tengah-tengah antara Tuhan dan bangsa Israel. Berkali-kali bangsa Israel memberontak terhadap Tuhan sehingga Tuhan marah. Beberapa kali bangsa Israel mau dimusnahkan tetapi Musa membela bangsanya di hadapan Tuhan.

Bahkan, suatu ketika Musa berkata kepada Tuhan, "Ah, bangsa ini telah berbuat dosa besar, sebab mereka telah membuat allah emas bagi mereka. Tetapi sekarang, kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu -- dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kautulis." - Keluaran 32:31-32

Karena selalu berdiri di antara "dua kubu", yaitu antara Tuhan dan bangsa Israel, Musa menjadi depressed in mind. Tekanan yang diterimanya membuat hatinya menjadi lembut. Itu sebabnya Musa menjadi peka akan suara Tuhan. Baginya, Tuhan begitu nyata seperti yang dikatakan di Bilangan 12:8.

Hati yang lembut diperlukan untuk bisa mendengar dan menangkap suara Tuhan. Ketika Tuhan membuka telinga kita untuk bisa mendengar suaraNya, kadang-kadang terjadi lewat "aniaya" yang kita alami. Reaksi kita pada saat aniaya itu akan menentukan apakah telinga kita menjadi "terbuka" atau tidak.

Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang. Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi. - Yesaya 50:5,6

Jika kita ingin memiliki hati yang lembut, ijinkan Tuhan memproses hidup kita. Belajar tidak membela diri ketika disalahmengerti. Hal ini juga dialami Yusuf ketika ia difitnah oleh isteri Potifar dan akibatnya masuk ke dalam penjara. Ada masa ketika ia berusaha membenarkan diri dan meminta pertolongan lewat juru minuman Firaun, yang mengakibatkan dua tahun ia dilupakan (Kejadian 40:14,15, 23;41;1).

Ketika waktunya tiba, ia keluar sebagai seorang leader yang sangat mature. Ia mampu berpikir positif dan memandang bahwa memang Tuhan yang mengutus dia ke Mesir. Ia mampu berkata, "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar" (Kejadian 50:20).

Biarlah kita belajar untuk punya hati yang lembut di hadapan Tuhan. Amin!

Jumat, 16 Januari 2009

Nuh, Daniel, Ayub

"Hai anak manusia, kalau sesuatu negeri berdosa kepada-Ku dengan berobah setia dan Aku mengacungkan tangan-Ku melawannya dengan memusnahkan persediaan makanannya dan mendatangkan kelaparan atasnya dan melenyapkan dari negeri itu manusia dan binatang, biarpun di tengah-tengahnya berada ketiga orang ini, yaitu Nuh, Daniel dan Ayub, mereka akan menyelamatkan hanya nyawanya sendiri karena kebenaran mereka, demikianlah firman Tuhan ALLAH. (Yehezkiel 14:13,14)

Nuh, Daniel, dan Ayub adalah contoh orang-orang yang istimewa di hadapan Tuhan. Mereka didapati hidup dengan benar, saleh, jujur, bahkan dikatakan tidak bercela. Jika suatu daerah mengalami musibah, maka mereka akan diselamatkan. Yang menarik, mereka punya status yang berbeda di hadapan manusia, tetapi sama-sama dikasihi Tuhan.

1. Nuh - Pemberita Kebenaran - The Preacher
II Petrus 2:5 mengatakan Nuh adalah pemberita kebenaran atau preacher (= pengkotbah). Nuh mewakili para hamba Tuhan, yaitu mereka yang mendedikasikan hidupnya untuk memberitakan Injil. Nuh mewakili fulltimers, mereka yang melayani Tuhan sepenuh waktu. Ada banyak hamba Tuhan, para fulltimer, tetapi berapa orang yang hidup seperti Nuh, yang “bergaul dengan Allah”? (Kejadian 6:9). Dalam terjemahan KJV dikatakan Nuh itu walked with God, berjalan hand in hand with God. Artinya ia selalu bercakap-cakap dengan Tuhan, mendiskusikan his daily affairs dengan Tuhan. Pada akhirnya Tuhan berkata kepada Nuh, “… Masuklah ke dalam bahtera itu, engkau dan seisi rumahmu, sebab engkaulah yang Kulihat benar di hadapan-Ku di antara orang zaman ini.” (Kejadian 7:1). Nuh adalah seorang hamba Tuhan yang hidup bergaul erat dengan Tuhan dan kemudian menyelamatkan seluruh isi rumah tangganya.
Apakah anda seorang fulltimer? Apakah anda juga seorang fulltimer yang walk hand in hand with God?

2. Daniel - Karyawan - Employee
Bagaimana dengan Daniel? Daniel adalah karyawan, orang yang bekerja di kantor setiap hari. Daniel mewakili para buruh yang bekerja pada pemerintah atau perusahaan swasta atau instansi tertentu. Daniel adalah gambaran sebagian besar di antara kita yang setiap hari Senin sampai Jumat atau Sabtu, pagi sampai sore, harus bekerja. Kalau Daniel hidup pada masa kini di Jakarta, maka ia harus berangkat pagi-pagi, melalui semua kemacetan untuk sampai di kantornya. Ia harus mengisi daftar hadir, tidak boleh terlambat, pulang kantor jam lima atau setengah enam sore dan mungkin baru tiba di rumah jam delapan malam. Dalam setahun ia hanya boleh cuti 12 hari kerja. Yang luar biasa, ternyata Daniel setia dalam setiap bagian tugasnya sehingga tidak ada kelalaian yang didapati pada pekerjaannya (Daniel 6:5). Tidak hanya itu, Daniel juga memelihara jam-jam ibadahnya. Ia tetap berpuasa, berdoa, memuji dan menyembah Tuhan seperti yang biasa dilakukannya (Daniel 6:11). Dan yang menarik, Gabriel, sang malaikat berkata, “….engkau sangat dikasihi.” (Daniel 9:23). Daniel bukan seorang fulltimer, tetapi ia sangat dikasihi Tuhan. Doanya didengar oleh Tuhan. Dulu, saya kira kalau saya mau intim dengan Tuhan, maka saya harus fulltime. Tetapi Tuhan menunjukkan bahwa ada orang-orang yang bekerja seperti Daniel tetapi intim dengan Tuhan dan sangat dikasihi Tuhan.

3. Ayub - Pengusaha - Business Owner
Orang ketiga adalah Ayub, yang mewakili para pengusaha, business owner, yang sangat kaya. Kalau kita mempertanyakan apakah orang kaya bisa hidup berkenan kepada Tuhan dan masuk sorga, maka Ayub adalah salah satu contohnya.

“Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan….. orang itu adalah yang terkaya dari semua orang di sebelah timur.” (Ayub 1:1-3).

Ayub bukan fulltimer, Ayub bukan seorang pendeta, bukan seorang gembala sidang. Ia cuma seorang pengusaha yang takut akan Tuhan. Ia hidup jujur, benar dan menjauhi kejahatan. Reputasinya luar biasa sehingga Tuhan sendiri yang memujinya di hadapan iblis.

Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan." (Ayub 1:8)

Dari ketiga orang ini kita bisa belajar bahwa masing-masing mempunyai panggilan dan tugas yang berbeda dari Tuhan. Kita tidak bisa berkata bahwa seorang fulltimer lebih dikasihi Tuhan daripada seorang karyawan atau pengusaha. Apapun profesi kita di dunia ini, kalau kita hidup bergaul dengan Tuhan, kita bisa menyenangkan Dia. Biarlah kita senantiasa didapati setia sedang mengerjakan tugas yang Dia percayakan kepada kita. Amin!

Kamis, 15 Januari 2009

To Know, To Love, and To Serve Him More

Lebih dari 20 tahun yang lalu ada sebuah lagu yang sering dinyanyikan di persekutuan, yang liriknya sbb:

The greatest thing in all my life is knowing You … 2 x
I want to know You more … 2 x
The greatest thing in all my life is knowing You

The greatest thing in all my life is loving You … 2 x
I want to love You more … 2 x
The greatest thing in all my life is loving You

The greatest thing in all my life is serving You … 2 x
I want to serve You more … 2 x
The greatest thing in all my life is serving You

Mengenal Tuhan, dan terus punya kerinduan untuk mengenal Dia lebih dalam lagi merupakan hal yang sangat penting. Tidak cukup kita mengenal Dia hanya sebagai Juruselamat kita, tetapi kita juga perlu mengenal Dia sebagai Gembala kita, yang menuntun hidup kita sehari-hari. Kita juga perlu mengenal Dia sebagai Allah yang menyembuhkan. Kita perlu mengenal Dia sebagai Allah yang menyediakan, sebagai Sang Damai, sebagai Jehovah Nissi, sebagai El-Shaddai, juga sebagai Bapa Yang Kekal. Pengenalan kita akan Tuhan akan mempengaruhi pertumbuhan iman kita, bahkan mempengaruhi sejauh mana kita bisa menikmati anugerah yang Dia berikan (II Petrus 1:2).

Firman Tuhan di Hosea 4:6 berkata, “Umat-Ku binasa karena tidak mengenal Allah… (lack of knowledge- KJV)”. Jika kita tidak cukup mengenal Tuhan, walaupun kita sudah menjadi umat tebusanNya, kita bisa binasa. Dengan mudah iblis akan memperdayakan kita. Lack of knowledge atau kurang mengenal Tuhan, merupakan salah satu penyebab mengapa doa kita tidak dijawab.

“Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa…” (Yakobus 4:3). Karena tidak cukup mengenal Tuhan, kita tidak mengerti apa yang harus kita minta, apa yang tidak boleh kita minta, dan apa yang cukup kita akui sebagai bagian yang sudah diberikan Tuhan kepada kita. Akibatnya, kita tidak mengalami apa yang dijanjikan bagi orang percaya.

Kitab Daniel juga mencatat dampak dari pengenalan akan Tuhan: “… umat yang mengenal Allahnya akan tetap kuat dan akan bertindak.” (Daniel 11:32). Jika kita semakin kenal Tuhan, kita akan semakin kuat. Terjemahan KJV dari Amsal 24:5 berkata, “A wise man is strong; yea, a man of knowledge increaseth strength”. Siapakah yang disebut wise atau bijak atau berhikmat? Amsal 9:10 mengatakan “Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian”. Mengenal Tuhan membuat manusia rohani kita semakin kuat.

Di dalam Filipi 3:10, Paulus menyatakan kerinduannya, “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia…“. Tidak hanya itu, ia bahkan mendoakan jemaat di Efesus supaya “... mengenal Dia dengan benar” (1:17).

Hosea 6:6 juga berkata, “Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran”

Jadi, mengenal Tuhan merupakan hal yang sangat penting. Jika kita semakin mengenal Dia, maka cinta kasih kita kepadaNya pun akan bertambah. Hal ini berbeda dengan pengalaman sebagian orang yang setelah menikah dan semakin mengenal pasangannya justru semakin berkurang cintanya karena banyaknya kekurangan yang dulu disembunyikan pada masa pacaran (itu sebabnya perlu melibatkan Tuhan dalam memilih pasangan hidup, agar tidak salah pilih).

Mengenal Tuhan tidak seperti itu. Mengenal Tuhan semakin dalam akan membuat kita semakin mengasihi Dia, semakin jatuh cinta padaNya, dan semakin kagum akan pribadiNya yang sangat baik, sangat gentle, dan penuh kasih. Dan akhirnya, cinta kita kepadaNya akan mendorong kita untuk melayani Dia seumur hidup kita.

Ketika Tuhan Yesus berkata kepada Petrus untuk menggembalakan domba-dombaNya, terlebih dahulu Ia bertanya, “Apakah engkau mengasihi Aku?” (Yohanes 21:15-17). Jadi, apapun yang kita kerjakan saat ini, kalau kita katakan itu sebagai pelayanan kita kepada Dia, hal itu harus dilakukan karena kita mengasihi Dia. Kita bisa semakin mengasihi Dia kalau kita terus bertumbuh dalam pengenalan kita akan Tuhan. Selanjutnya, semakin lama kita melayani Dia, kita akan semakin mengenal Dia, mengenal kuasaNya, mengenal pribadiNya, yang membawa kita semakin mengasihi Dia, yang kemudian membawa kita semakin ingin melayani Dia… dst.

Itu sebabnya, kita banyak bertemu dengan banyak orang yang makin lama makin giat melayani Tuhan, bahkan tidak sedikit yang kemudian beralih profesi menjadi hamba Tuhan sepenuh waktu. Mereka sadar sekali keindahan to know Him more, to love Him more, and to serve Him more….
Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi." - Hosea 6:3

Selasa, 13 Januari 2009

Mesir, Padang Gurun, Kanaan

Bila kita membaca perjalanan hidup bangsa Israel mulai dari Mesir melewati padang gurun sampai tiba di Kanaan, banyak hal bisa kita pelajari. Setidaknya, ketiga wilayah tersebut – Mesir, padang gurun, dan Kanaan – bisa menggambarkan kondisi kehidupan kita.

1. Mesir
Ketika bangsa Israel tinggal di Mesir, mereka ada dalam perbudakan. Pada awalnya tidaklah demikian. Keturunan Yakub itu datang dan tinggal di tanah Gosyen dan menikmati apa yang paling baik di Mesir. Firaun sendiri menyambut mereka, yang waktu itu jumlahnya belum terlalu besar (Kejadian 45, 46).

Tetapi ketika Yusuf sudah meninggal dan jumlah mereka bertambah besar, bahkan berlipat kali ganda dengan dahsyat sampai melebihi penduduk asli (Keluaran 1:6-9), bangkitlah seorang raja baru yang tidak mengenal Yusuf. Rupanya Yusuf tidak melakukan kaderisasi, tidak melakukan pemuridan. Barangkali bangsa Israel sudah terlena, menikmati yang terbaik, berada di comfort zone dan membiarkan urusan pemerintahan ditangani orang Mesir sepenuhnya.

Akibatnya, raja baru tersebut mulai menindas mereka dengan kerja paksa. Uniknya, semakin ditindas, malah semakin berkembang banyak dan membuat orang Mesir takut kepada mereka (Keluaran 1:11-14). Mereka mulai ditekan dan mulai mengalami kekejaman orang Mesir. Mereka harus bekerja dan hasilnya nyaris cukup bahkan tidak cukup untuk hidup mereka.

Ini gambaran ketika kita berada dalam perbudakan dunia. Kita bekerja, banting tulang, peras keringat, tapi tidak pernah cukup. Ada istilah P14 - Pergi Pagi Pulang Petang Penghasilan Pas-Pasan Potong Pajak Potong Pinjaman Pinggang Pegal-Pegal. Mazmur 127:2 menggambarkan ini dengan jelas: “Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah”.

Apakah anak Tuhan tidak perlu bekerja? Jelas perlu! Paulus mengatakan, “jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan” (II Tesalonika 3:10). Tetapi ada situasi yang begitu rupa sehingga sepertinya tidak ada yang dihasilkan. Inilah gambaran kehidupan di Mesir, yaitu kehidupan yang not enough.

2. Padang Gurun
Ketika Musa memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir, mereka mengalami banyak mujizat. Bahkan, sebelum keluar dari Mesir ada sepuluh tulah yang dialami orang Mesir, tetapi tidak mereka alami. Mereka dibedakan dari yang lain. Bahkan, Laut Teberau terbelah ketika mereka melangkah untuk menghindari kejaran tentara Mesir.

Selanjutnya, mereka harus melalui padang gurun, bahkan selama empat puluh tahun karena ketidaktaatan mereka. Selama di padang gurun, mereka tidak pernah kekurangan. Setiap hari ada manna yang turun dari sorga untuk makanan mereka. Tuhan memelihara umatNya yang jumlahnya mungkin mencapai 2 juta orang, berjalan di padang gurun. Alkitab berkata, matahari tidak menyakiti mereka pada waktu siang, maupun bulan pada waktu malam. Tuhan berjalan bersama mereka, menjadi tiang awan pada waktu siang dan tiang awan pada waktu malam. Pakaian dan sepatu mereka tidak rusak. Semua terpelihara dengan baik.

Walaupun demikian, manna yang mereka harus ambil setiap pagi, hanya cukup untuk satu hari. Yang mengumpulkan banyak tidak kelebihan, yang mengumpulkan sedikit tidak kekurangan. Masing-masing mengambil manna sesuai dengan jumlah keluarga mereka masing-masing (Keluaran 16:16-26). Mereka tidak bisa dan tidak boleh menyimpan manna itu untuk hari berikutnya, kecuali kalau menjelang hari Sabat.

Pada masa ini, mereka diajar untuk hidup mengandalkan Tuhan day by day. Bagi mereka yang baru mengenal Tuhan, hal ini sering terjadi. Kalaupun bekerja, hasilnya pas-pasan. Pas butuh pas ada. Saat dibutuhkan, saat itu juga tersedia. Hal ini awalnya sangat sulit karena diajar untuk “berjalan di atas air”, diajar hidup “berdasarkan iman”.

Ketika mereka di padang gurun, tidak ada yang dikerjakan kecuali memungut manna setiap pagi dan mengolahnya untuk dimakan pada hari itu. Tentu ada jam-jam ibadah seperti yang Tuhan perintahkan, tetapi tidak ada kesempatan untuk membuka kebun dan bercocok tanam. Mereka harus berpindah-pindah terus selama empat puluh tahun di padang gurun. Mereka tidak bisa menabung. Semua yang mereka peroleh segera habis pada hari yang sama. Hidup mereka ada pada fase just enough.

Pernahkah anda berada pada kondisi tersebut? Atau, inikah kondisi yang anda alami saat ini? Jangan berhenti di sini! Maju terus ke tanah perjanjian! Padang gurun cuma tempat untuk dilewati bersama Tuhan.

3. Kanaan
Kanaan adalah tanah yang Tuhan janjikan ketika mereka masih berada di Mesir. Inilah tempat tujuan mereka. Di tanah ini, tidak ada manna lagi, Mereka harus bekerja. Bahkan, ketika mereka sudah di Gilgal sebelum merebut Yerikho, Alkitab berkata, “Lalu berhentilah manna itu, pada keesokan harinya setelah mereka makan hasil negeri itu. Jadi orang Israel tidak beroleh manna lagi, tetapi dalam tahun itu mereka makan yang dihasilkan tanah Kanaan." (Yosoua 5:12).

Berkali-kali disebutkan di Kitab Ulangan bahwa tanah perjanjian ini adalah “suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, seperti yang dijanjikan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu.” (Ulangan 27:3). Di tempat ini, penghasilan mereka tidak lagi day by day, tetapi begitu berlimpah sehingga simpanan mereka bertambah banyak. Bahkan, Musa berkata, “ Sebab TUHAN, Allahmu, membawa engkau masuk ke dalam negeri yang baik, suatu negeri dengan sungai, mata air dan danau, yang keluar dari lembah-lembah dan gunung-gunung; suatu negeri dengan gandum dan jelainya, dengan pohon anggur, pohon ara dan pohon delimanya; suatu negeri dengan pohon zaitun dan madunya; suatu negeri, di mana engkau akan makan roti dengan tidak usah berhemat, di mana engkau tidak akan kekurangan apa pun; suatu negeri, yang batunya mengandung besi dan dari gunungnya akan kaugali tembaga. Dan engkau akan makan dan akan kenyang, maka engkau akan memuji TUHAN, Allahmu, karena negeri yang baik yang diberikan-Nya kepadamu itu” (Ulangan 8:7-10)

Bukankah luar biasa? Kalau sebelumnya mereka berada di Mesir – not enough -, lalu pindah ke padang guru – just enough­ – sekarang mereka berada di Kanaan, tanah perjanjian yang memberikan more than enough. Ini bukan sorga, tetapi ini gambaran kehidupan di dunia dengan berkat-berkat Tuhan yang berlimpah.

Kanaan adalah tanah perjanjian yang harus direbut. Sudah diberikan Tuhan, tetapi harus “ditaklukkan” sesuai dengan pimpinan Tuhan. Itu sebabnya, sebelum masuk tanah perjanjian, mereka harus lewat padang gurun, tempat latihan untuk belajar percaya dan taat kepada Tuhan.

Di tanah ini, tidak ada batas berkat yang bisa diperoleh. Sejauh mana kita percaya dan mengolahnya sesuai dengan tuntunanNya, sebanyak itulah berkat kita. Ketika Yosua sudah bertambah tua, Tuhan berkata "Engkau telah tua dan lanjut umur, dan dari negeri ini masih amat banyak yang belum diduduki.” (Yosua 13:1).

Pernahkah anda berpikir bahwa masih sangat banyak yang Tuhan sediakan bagi kita? Ketika Tuhan memberikan ikan kepada Petrus dan kawan-kawannya, maka perahu mereka tidak mampu menampung ikan yang tertangkap (Lukas 5:7). Ketika Tuhan memberi makan lima ribu orang laki-laki, ditambah wanita dan anak-anak, masih ada sisa dua belas bakul penuh roti (Yohanes 6:13). Dia selalu memberi lebih dari cukup. Seorang hamba Tuhan berkata bahwa “He is the God Who is More Than Enough”

Di manakah anda berada saat ini? Not enough, just enough, atau more than enough? Masing-masing tentu ada masanya. Ada masa tinggal di Mesir, ada masa melalui padang gurun, dan ada masa memasuki, menaklukkan dan tinggal di Kanaan. Mesir adalah tempat di mana Tuhan memanggil kita, padang gurun merupakan tempat latihan sebelum menaklukkan Kanaan. Biarlah kita cepat menangkap semua pelajaran yang Dia berikan, agar kita bisa dituntunNya memasuku tanah perjanjian, Kanaan yang disediakan bagi kita. Amin!

Senin, 12 Januari 2009

Prajurit, Olahragawan, Petani

Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya. Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga. Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya. – 2 Timotius 2:4-6

Menjelang akhir hidupnya, Paulus menulis surat yang sangat penting bagi Timotius yang adalah anak rohaninya. Pesan tersebut merupakan hal-hal mendasar dan juga praktis untuk diterapkan bagi mereka yang mau melayani dan menyenangkan Tuhan.

Ada tiga model yang disampaikan Paulus dalam suratnya tersebut, yaitu sebagai prajurit, sebagai olahragawan, dan sebagai petani. Urutannya pun tidak terbalik. Yang pertama sebagai prajurit, yang kedua sebagai olahragawan, dan yang ketiga sebagai petani.

1. Sebagai Prajurit
Seorang prajurit berusaha untuk berkenan kepada komandannya. Dengan demikian, pelajaran pertama yang bisa kita ambil dari prajurit adalah sikap hati yang mau berkenan kepada komandannya. Sebagai prajurit, Komandan kita adalah adalah Tuhan Yesus. Apapun yang kita kerjakan haruslah dengan kerinduan untuk menyenangkan Dia, untuk berkenan kepada Dia. Mungkin kita tidak dipanggil untuk melayaniNya full time. Mungkin kita seorang karyawan, direktur atau pengusaha, tapi biarlah hidup kita tetap berkenan kepadaNya.
Siapakah yang pernah turut dalam peperangan atas biayanya sendiri? – I Korintus 9:7a
Hal kedua yang bisa dipelajari dari seorang prajurit adalah ia pergi berperang tidak dengan biaya sendiri. Semua yang dibutuhkan untuk berperang, baik transportasi, senjata dan peluru yang digunakan, akomodasi dll disediakan oleh negara yang mengutusnya. Tentunya hal ini tidak berlaku kalau sang prajurit pergi ke medan tempur dengan inisiatif sendiri.
Wah, hal ini sangat melegakan saya! Kalau saya “pergi berperang”, kalau saya melakukan apa yang Dia ingin untuk saya kerjakan, maka “biaya yang dibutuhkan” bukan menjadi tanggung jawab saya, tetapi menjadi tanggung jawab Dia yang mengutus saya.
Seringkali di dalam pelayanan kita sibuk menggalang dana untuk suatu acara dan bahkan setelah itu dananya tetap tidak cukup. Mungkin yang harus jadi pertanyaan adalah, apakah acara tersebut merupakan “medan perang” yang Tuhan perintahkan kepada kita? Kalau suatu acara diadakan dengan tujuan baik, mulia, rohani, bahkan Alkitabiah, tetapi bukan yang Tuhan perintahkan kepada kita, maka kitalah yang harus menanggung biaya yang dibutuhkan. Mazmur 127:1 berkata, “Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.”
Apakah anda punya visi untuk membuka pelayanan baru? Apakah anda punya visi untuk membuat perusahaan yang akan memuliakan Tuhan? Apakah anda rindu sekoah lebih tinggi? Jika keinginan itu lahir dari Tuhan, maka biaya yang dibutuhkan pasti Dia sediakan dengan caraNya sendiri, pada waktu yang tepat.

2. Sebagai Olahragawan
Seorang olahragawan harus bertanding sesuai dengan aturan yang berlaku, jika tidak ia akan kena diskualifikasi. Di dalam pelayanan, hal ini juga berlaku. Apakah kita mengikuti aturan-aturan rohani yang ada? Apakah kita mengerti jalan-jalanNya? Bangsa Israel tidak masuk ke Tanah Perjanjian karena mereka tidak mengenal jalan-jalanNya (ways of God atau cara kerjaNya). Mereka punya janji Tuhan untuk masuk ke Tanah Perjanjian, tetapi mereka tidak mengerti cara kerjaNya sehingga mereka tidak masuk ke tanah tersebut.
Empat puluh tahun Aku jemu kepada angkatan itu, maka kata-Ku: "Mereka suatu bangsa yang sesat hati, dan mereka itu tidak mengenal jalan-Ku." – Mazmur 95:10
Apakah kita mengenal jalan-jalanNya? Apakah kita mengerti cara kerjaNya? Apakah kita mengerti isi hatiNya? Sangat penting kita mengenal cara kerjaNya. Untuk itu kita perlu bergaul akrab denganNya seperti Musa.
Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel – Mazmur 103:7
Hal kedua yang bisa dipelajari dari seorang olahragawan adalah mereka bertanding dengan sasaran untuk menang. Mereka tidak bertanding karena partisipasi, tetapi mereka bertanding untuk menjadi juara. Karena itu mereka berlatih dengan segenap hati selama bertahun-tahun untuk bisa merebut mahkota dalam suatu pertandingan yang mengkin cuma diadakan beberapa tahun sekali. Paulus mengatakan hal ini dalam I Korintus 9:24, “Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!”

Bagaimana dengan kita? Apakah kita pelayanan hanya sekedarnya? Hanya partisipasi? Kita tidak harus full time, tetapi apakah setiap tugas yang dipercayakan sudah kita kerjakan dengan sungguh-sungguh? Bukankah dari Tuhan kita akan menerima bagian yang ditentukan sebagai upah? “Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya.” (Kolose 3:24).

Hal ketiga yang bisa kita pelajari, seorang olahragawan menguasai dirinya dalam berbagai hal supaya ia bisa fit pada waktu pertandingan dan akhirnya menjadi juara. 20- 30 tahun lalu saya membaca petenis terkenal Martina Navratilova yang menu makanan hariannya diatur dengan program komputer. Luar biasa! Selesai latihan, ia tidak bisa semaunya makan ketoprak atau gado-gado atau pizza sesukanya. Ada takaran menu yang ketat agar dia bisa maksimal dalam pertandingannya. Demikian juga petenis pria Bjorn Borg, juara Wimbledon. Ketika sudah tenar, maka setiap lembar kain yang menempel di tubuhnya adalah iklan yang memberikan income sangat besar nilainya.

Saya punya teman seorang worship leader dan pencipta lagu yang sangat selektif memilih makanan dan minuman agar pita suaranya terpelihara dengan baik. Ketika selesai pelayanan kami dijamu makan dengan panitia, sementara yang lain memesan berbagai macam makanan dan minuman, ia selalu memilih minum air jeruk hangat. Menurutnya, hal itu dilakukan agar pita suaranya terpelihara dengan baik.

Bagaimana dengan anda? Jika ada hal-hal khusus yang Tuhan minta untuk anda lakukan sehubungan dengan panggilan anda, apakah akan anda kerjakan dengan segenap hati sekalipun anda akan dianggap “ekstrim” oleh teman-teman anda?

3. Sebagai Petani
Prinsip pertama yang bisa kita pelajari dari petani adalah prinsip menabur. Petani mengerti prinsip ini sehingga ia rela menunggu untuk waktu yang cukup lama agar benih yang ia tabur bisa bertumbuh dan menghasilkan tuaian. Ini prinsip iman. Apa yang kita kerjakan selama beberapa waktu mungkin tidak terlihat hasilnya. Tetapi jika kita tahu bahwa hal itu kita kerjakan dalam ketaatan kepada Dia, maka pada waktunya kita akan menuai.
Seorang petani mengerti bahwa untuk memperoleh tuaian, ia harus menabur dulu. Ia harus punya modal, kemudian ia harus menyirami terus benih yang telah ditaburnya dan menjaganya siang malam dari serangan hama atau hewan-hewan tertentu yang bisa mengancam panennya.
Seorang petani mengerti prinsip ketekunan. Seorang petani mengeri prinsip kerja keras. Apakah anda cukup tekun? Apakah anda seorang pekerja keras? Paulus berkata, seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasilnya.

Tiga prinsip ini: prajurit, olahragwan, dan petani harus menjadi dasar bagi apapun yang kita kerjakan untuk bisa menyenangkan Dia, Tuhan di atas segala tuan, Raja di atas segala raja. Amin!

Jumat, 09 Januari 2009

Padang Gurun

Di dalam kehidupan kita, kadang-kadang kita mengalami “padang gurun”, yaitu tempat-tempat yang gersang, panas, tidak ada air… Hidup kita rasanya selalu “pas-pasan”, tidak ada tuaian yang berlimpah, bahkan harus “irit-irit”. Setiap hari harus berjalan “dengan iman”, mengharapkan manna yang turun dan hanya cukup untuk satu hari, persis seperti bangsa Israel yang baru keluar dari tanah Mesir. Apakah anda pernah mengalaminya? Atau justru saat ini sedang mengalaminya? Pada saat-saat seperti itu, mungkin kita bertanya, “Di mana Tuhan?”
Penulis kitab Mazmur 42 juga mengalaminya dan berkata, “Air mataku menjadi makananku siang dan malam, karena sepanjang hari orang berkata kepadaku: "Di mana Allahmu?" (ayat 4). Dari Mazmur inilah kemudian lahir lagu yang menurut saya termasuk paling banyak dinyanyikan di persekutuan dari sejak tahun 80-an sampai sekarang. Lagu itu sendiri diciptakan oleh Martin Nystrom yang judul aslinya “As the Deer” dan dalam bahasa Indonesia teksnya sebagai berikut…


S’perti rusa rindu sungaiMu, jiwaku rindu Engkau…
Kaulah Tuhan hasrat hatiku, kurindu menyembahMu…
Engkau kekuatan dan perisaiku…KepadaMu rohku berserah ….
Kaulah Tuhan hasrat hatiku ….Ku rindu menyembahMu…

Beberapa tahun kemudian … seorang anak Tuhan menambahkan sepotong bait tambahan yang keluar dari hatinya …

Yesus…. Yesus… Kau berarti bagiku…
Yesus… Yesus … Kau segalanya bagiku


Sebenarnya, padang gurun merupakan tempat di mana kita bisa menyanyikan lagu tersebut dengan penuh kesungguhan. Bertahun-tahun yang lalu, ketika saya mulai sungguh-sungguh ikut Tuhan, saya mulai mengalami “padang gurun”. Saya sempat protes, kok malah mengalami banyak hal yang tidak enak? Dibandingkan dengan teman-teman yang lain, yang “biasa-biasa saja”, kok kayanya hidup mereka lebih enak?

Belakangan Tuhan mengajar bahwa padang gurun adalah salah satu tempat favourite-Nya untuk membentuk anak-anakNya. Lalu Dia menunjukkan bahwa hamba-hambaNya dibawa melewati padang gurun, misalnya Abraham, Jacob, Yusuf, Daud, dan Musa. Mereka harus melalui padang gurun walaupun pada awalnya hidup mereka nampaknya enak.

Abraham dituntun Tuhan, tetapi harus lewat padang gurun. Jacob diberkati Ishak, tetapi harus sendirian lewat padang gurun. Yusuf memulai hidupnya sebagai anak yang sangat disayang oleh ayahnya, tetapi kemudian harus lewat padang gurun. Demikian juga Daud yang sudah diurapi sebagai raja tetapi kemudian harus melalui padang gurun selama belasan tahun sebelum akhirnya benar-benar diangkat menjadi raja atas Israel.

Musa juga mengalami hal yang sama. Lahir dan dipelihara sebagai anak dari puteri Firaun, sekolah di Mesir, berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya, tetapi kemudian harus lari dan tinggal di padang gurun. Empat puluh tahun harus dia lalui sebelum Tuhan panggil sebagai leader atas bangsa Israel.

Lalu, bangsa Israel sendiri harus melalui padang gurun, setelah sebelumnya mengalami mujizat, dibedakan dari yang lain ketika sepuluh tulah menimpa orang Mesir. Bahkan, mereka mengalami mujizat Laut Teberau yang dibelah Tuhan untuk menyelamatkan mereka dari kejaran orang Mesir. Lebih dari 22 ayat dalam Keluaran 15 berisi pujian kepada Tuhan karena telah membuat mujizat yang luar biasa….tetapi kemudian mereka melalui padang gurun.

Tuhan Yesus sendiri, setelah dibaptis dan penuh dengan Roh Kudus, dibawa oleh Roh Kudus ke padang gurun (Lukas 4:1). Di situlah Ia dicobai Iblis untuk kemudian siap masuk dalam pelayananNya.

Mengapa Tuhan membawa kita ke padang gurun? Kalau ada kesalahan kita, tentu kita perlu bertobat. Tetapi, kalau setelah kita cek dan doakan, hati kita tidak menuduh kita, maka kita bisa bersukacita karena Tuhan sedang membentuk kita lewat padang gurun. Jangan lari! Hadapi dengan penuh sukacita.

Apa hasil dari padang gurun? Lukas 4:14 berkata “Dalam kuasa Roh kembalilah Yesus ke Galilea. Dan tersiarlah kabar tentang Dia di seluruh daerah itu”. Hasil dari padang gurun adalah power. Tentunya ketika kita lulus dalam semua ujian yang Tuhan berikan kepada kita.

Kaleb di Yosua 14:10 berkata, “Jadi sekarang, sesungguhnya TUHAN telah memelihara hidupku, seperti yang dijanjikan-Nya. Kini sudah empat puluh lima tahun lamanya, sejak diucapkan TUHAN firman itu kepada Musa, dan selama itu orang Israel mengembara di padang gurun. Jadi sekarang, telah berumur delapan puluh lima tahun aku hari ini;”

Ia telah mengikut Tuhan dengan sungguh-sungguh dan berada di padang gurun selama lebih dari 40 tahun. Kemudian ia berkata, “pada waktu ini aku masih sama kuat seperti pada waktu aku disuruh Musa; seperti kekuatanku pada waktu itu demikianlah kekuatanku sekarang untuk berperang dan untuk keluar masuk.” (ayat 11).

Kaleb memperoleh kekuatan ilahi sehingga walaupun usianya sudah 85 tahun, ia tetap perkasa dan kemudian meminta Hebron, tanah yang paling subur dan dihuni oleh raksasa yang paling besar. Ia mengalahkan semua raksasa tersebut dan kemudian merebut Hebron.

Apakah anda ingin merebut Hebron? Apakah anda ingin yang terbaik dari yang terbaik? Jangan lari dari padang gurun, jangan lari dari didikan Tuhan. Setia lakukan bagian kita masing-masing, dan pada waktunya, Tuhan sendiri yang akan mengangkat kita. Haleluyah!